Serambi.WahanaNews.co | Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto, mengatakan, Indonesia memahami alasan di balik perjanjian di bidang keamanan antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, yang disebut pakta AUKUS.
Sebelumnya, Indonesia mendorong agar Australia tetap memenuhi kewajibannya menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan, sesuai dengan Treaty of Amity and Corporation.
Baca Juga:
Prabowo Pastikan 500 Komcad Baru Siap Amankan IKN
Pakta keamanan tiga negara, yang sebagian dirumuskan untuk merespon kebangkitan China, telah memicu kekhawatiran, karena Australia akan memiliki kapal selam bertenaga nuklir lewat pakta tersebut.
Ketika ditanya tentang AUKUS di International Institute for Strategic Studies Manama Dialogue di Bahrain, akhir pekan kemarin, Sabtu (20/11/2021), Menhan Prabowo Subianto mengatakan, dia mengerti mengapa negara-negara bergerak untuk mengamankan kepentingan mereka.
"Secara resmi posisi kami adalah bahwa tentu saja Asia Tenggara harus tetap bebas nuklir, dan tentu saja ketakutan di antara negara-negara Asia Tenggara adalah bahwa [pakta] ini akan memicu perlombaan senjata," katanya.
Baca Juga:
Asisten Khusus Menhan Prabowo Jadi Ketua Timses Luthfi-Yasin di Pilgub Jateng
"Tapi seperti yang saya katakan, penekanan setiap negara adalah untuk melindungi kepentingan nasional mereka. Jika mereka merasa terancam, mereka akan melakukan apa saja untuk melindungi diri mereka sendiri," kata Prabowo.
"Dan inilah yang saya maksud bahwa kami memahami itu dan kami menghormati mereka," tandasnya.
Komentar Menhan Prabowo dinilai telah menawarkan pandangan yang lebih pragmatis tentang pakta tersebut, setelah September lalu Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan "sangat prihatin" atas adanya aliansi tersebut, dan memperingatkan bahwa hal itu dapat memicu perlombaan senjata regional.
Pakta keamanan itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan, saat beberapa negara berusaha melawan klaim maritim China di jalur air yang strategis dan kaya sumber daya alam itu.
Pada Jumat (19/11/2021), Amerika Serikat menyebut penggunaan meriam air oleh China terhadap kapal-kapal pemasok Filipina di Laut China Selatan “berbahaya, provokatif, dan tidak dapat dibenarkan”.
Angkatan Laut Indonesia, pada bulan September 2021, meningkatkan patroli di sekitar Pulau Natuna setelah kapal China dan AS terdeteksi di perairan terdekat, sementara baru-baru ini ada pula aktivitas kapal penelitian China di dekat anjungan minyak di daerah tersebut.
China belum mengklaim pulau-pulau Natuna, tetapi mengatakan memiliki hak penangkapan ikan di dekatnya dalam Sembilan Garis Putus-putus yang mencakup sebagian besar Laut China Selatan, sebuah klaim yang disengketakan oleh beberapa negara Asia Tenggara dan tidak diakui secara internasional. [gab]