WahanaNews-Aceh I Muhammad Yusuf adalah mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun kini dia menjadi salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyak Kabupaten (DPRK) Aceh Utara.
Dalam pemilu 2019, Muhammad Yusuf, akhirnya berhasil memperoleh suara melewati ambang batas di daerah pemilihan dua (dapil-II).
Baca Juga:
Prajurit TNI Perbaiki Embung Air Demi Kebutuhan Pengairan Masyarakat Aceh Utara
Dengan demikian ia memperoleh satu dari 45 kursi DPRK Aceh Utara masa jabatan 2019-2024.
Dikutip dari Serambinews.com Rabu (19/10/2021) Bahkan, ayah dari tiga putra itu, menjadi peraih suara terbanyak kedua dari enam anggota DPRK lain di dapil II.
Lulusan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Jamiatut Tarbiyah Lhoksukon, Aceh Utara tahun2017 itu berhasil memperoleh 2.584 suara dari lima kecamatan, yaitu Paya Bakong, Pirak Timu, Tanah Luas, Matangkuli, dan Nibong.
Baca Juga:
Kementan Optimalkan 500 Hektare Lahan Rawa Aceh Utara untuk Ketahanan Pangan
Ini adalah kali kedua bagi pria kelahiran 3 Desember 1976 itu ikut dalam kontestan politik.
Dalam pemilu sebelumnya, Tahun 2014, perolehan suara tidak mencapai ambang batas.
Atas kemenangan itu Muhammad ditempatkan sebagai Wakil Ketua Komisi II yang membidangi perekonomian, industri, dan perdagangan.
Kemudian bidang pertanian tanaman pangan, perikanan dan kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, pengadaan pangan, logistik, koperasi usaha kecil dan menengah, penanaman modal daerah dan ketahanan pangan.
Ketika remaja, pria asal Paya Bakong itu sudah mulai belajar hidup mandiri.
Ia juga menjadi pedagang kain di pusat kecamatan pada hari pekan.
Kemudian tahun 1999, ia mulai bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Suami Yenni itu mulai mengikuti latihan militer selama enam bulan di kawasannya.
“Banyak hal yang diajari dalam latihan itu, seperti latihan fisik, kemudian cara menembak dan bongkar pasang senjata api dengan cepat, dan cara bergerilya dalam rimba,” ujar Muhammad Yusuf.
Namun, karena terbiasa mengatur keuangan, lantaran pernah menjadi pedagang, ia ditunjuk menjadi Keuangan Sagoe Cut Meutia.
Tugasnya adalah mengatur keuangan untuk personel termasuk pembelian senjata api.
“Saat itu kemana-mana saya bawa uang dalam tas ransel dengan senjata pistol dan dikawal beberapa personel,” ungkap Muhammad, yang juga termasuk dalam tim ekonomi daerah dan pelayanan medis terhadap personel GAM.
Setiap bulan Muhammad menyimpan uang puluhan sampai seratusan juta.
“Uang itu, digunakan untuk operasional, membantu keluarga personel yang yatim, membeli senjata saat penambahan personel baru yang baru lulus latihan,” kenangnya.
Untuk senpi jenis AK-47, harganya ketika itu mencapai Rp 25 juta, kemudian kalau pistol harganya mencapai Rp 8 sampai 15 juta. (tum)