Serambi.WahanaNews.co | Cut Nyak Dhien, adalah salah satu pahlawan nasional wanita asal Aceh yang sangat berpengaruh.
Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 di Peukan Bada, Aceh Besar.
Baca Juga:
Peredaran Ganja Asal Aceh Tujuan Sumbar 624 Kg Diungkap BNN
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Aceh, pemerintah mengangkat Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 106/TK/1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
Cut Nyak Dhien adalah anak bangsawan aceh bernama Teuku Nanta Seutia. Sejak kecil, ia memperoleh pendidikan khususnya pendidikan agama, yang didapat dari orang tua maupun guru-guru agama pada waktu itu.
Cut Nyak Dhien menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Ibrahim dari hasil perjodohan orang tuanya.
Baca Juga:
Dari Aceh, Presiden Jokowi Lanjutkan Kunjungan Kerja ke Provinsi Sumatra Utara
Teuku Nanta Seutia dan Teuku Ibrahim gugur saat melawan belanda untuk mempertahankan daerahnya. Beberapa bulan kemudian Cut Nyak Dhien menikah dangan Teuku Umar.
Perjuangan Cut Nyak Dhien dimulai tahun 1880 bersama suami keduanya Teuku Umar. Dari merekalah semangat juang rakyat Aceh kembali bangkit.
Cerita perjuangan Cut Nyak Dhien dan rakyat Aceh saat melawan Belanda dapat dilihat di sasana budaya Rumah Cut Nyak Dhien yang berlokasi di Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar.
Meski disebut rumah Cut Nyak Dhien, rumah ini hanya replika dari bangunan aslinya yang dibakar habis oleh penjajah Belanda pada tahun 1896.
Pembakaran itu disebabkan pihak Belanda mengetahui Teuku Umar hanya berpura-pura bekerja sama dengan pihak Belanda, dan yang tersisa hanya sumur setinggi 2 meter di sisi kiri rumah.
Dari laman kemdikbud, rumah Cut Nyak Dhien dibangun kembali sesuai bentuk aslinya pada tahun 1981 dengan tujuan wisata edukasi dan sejarah, dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan pada tahun 1987.
Rumah Cut Nyak Dhien adalah rumah panggung kayu khas Aceh dengan beratap rumbia dan disangga 65 tiang kayu, dan ada 9 ruangan yang memiliki fungsi masing-masing.
Yaitu 2 ruang Seramau Keu (Serambi Muka) , 2 ruang Kama Inong (Kamar Wanita), 2 ruang Seramau Likoet (Serambi Belakang), 1 kamar utama (Kamar Cut Nyak Dhien) 1 ruang Anjong (Ruang Makan) dan 1 ruang Manju (Kamar Pelayan).
Didalam rumah ini, terdapat foto asli Cut Nyak Dhien saat berada dipengasingan di Sumedang, Jawa Barat.
Rumah Cut Nyak Dhien ini dibuka setiap hari Senin sampai Minggu, mulai pukul 09.00 wib sampai 17.00 WIB.
Zahri salah seorang juru pelihara dari rumah Cut Nyak Dhien mengatakan selama pandemi sasana rumah Cut Nyak Dhien ini ditutup.
"Selama pandemi kita tidak menerima kunjungan, 2 tahun lamanya 2020-2021. Tahun baru kemarin baru buka," kata Zahri.
Untuk kunjungan ia mengatakan sebelum pandemi banyak pengunjung yang datang ke sasana rumah Cut Nyak Dhien ini, dan pengunjung yang datang dari berbagai negara.
"Hari biasa paling kurang 10 rombongan. Umumnya dari Malaysia, dari Singapura juga, kadang-kadang dari Brunei, ada juga yang dari Eropa seperti Belanda, Perancis dari Kanada juga ada," jelas Zahri.
Sesuai dengan data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Aceh di lamannya, tingkat kunjung wisatawan mancanegara sejak awal pandemi tahun 2020 hingga tahun 2021 tidak ada sama sekali.[gab]