SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam - Indikasi dugaan keterlibatan mafia anggaran dalam pengelolaan Dana Desa melalui berbagai program desa semakin merajalela.
Praktik ini terkesan berlangsung tanpa rasa takut terhadap hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk Undang-Undang Desa serta Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT).
Baca Juga:
Pemkab Mukomuko Usulkan Bantuan Benih Jagung untuk 341 Hektare Lahan
Yang lebih mengherankan, berdasarkan hasil diskusi di lapangan dengan warga, hingga saat ini tidak ada satu pun kegiatan yang mendapatkan teguran dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Subulussalam.
Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa aparat penegak hukum terkesan santai dan tidak mengambil tindakan atas dugaan adanya dana desa titipan. Seolah-olah pengelolaan Dana Desa di Kota Subulussalam tidak memiliki masalah dan berjalan baik-baik saja.
Padahal, Kota Subulussalam saat ini tengah menghadapi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK).
Baca Juga:
DKPP Periksa Ketua Panwaslih Aceh Barat Terkait Dugaan Pemalsuan Ijazah
Oleh karena itu, dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat seharusnya benar-benar dimanfaatkan sesuai hasil musyawarah di masing-masing desa.
Namun, justru muncul dugaan bahwa dana desa telah dititipkan oleh oknum tertentu dengan nilai mencapai Rp77 juta per desa. Jika dugaan ini benar, maka total dana yang diselewengkan di 82 desa di Kota Subulussalam bisa mencapai Rp6,3 miliar untuk membiayai 12 item kegiatan yang tidak jelas manfaatnya.
Ketua LCKI: Program Titipan Rugikan Masyarakat
Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Kota Subulussalam, Edi Suhendri, menyayangkan banyaknya program desa yang diduga merupakan titipan dan hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Menurutnya, kegiatan-kegiatan yang muncul secara tiba-tiba ini tidak pernah diusulkan oleh masyarakat dalam Musyawarah Desa (Musdes).
"Semua program yang diduga sebagai titipan ini tidak ada satu pun yang bermanfaat bagi masyarakat dan desa. Bahkan, keberadaan program tersebut justru mengejutkan warga dan menimbulkan tanda tanya besar. Darimana datangnya program ini, sementara saat Musdes tidak satu pun dari kegiatan tersebut yang diusulkan?" ujar Edi.
Ia juga menambahkan bahwa munculnya sejumlah kegiatan titipan ini telah melukai hati masyarakat di beberapa desa. Akibat banyaknya indikasi kegiatan yang terkesan dipaksakan, banyak desa yang akhirnya tidak dapat membangun dan meningkatkan perekonomian warganya. Lebih dari setengah dana desa diduga telah dikuras habis oleh segelintir oknum untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
"Indikasi dugaan program titipan ini secara tidak langsung telah menyakiti masyarakat. Selama ini, warga berharap bisa membangun desa mereka dan meningkatkan perekonomian melalui dana desa. Namun, kekecewaan muncul setelah mereka mengetahui bahwa dana yang dicairkan justru digunakan untuk kegiatan yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dan desa," tegasnya.
Warga Keluhkan Pengelolaan Dana Desa
Mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Kota Subulussalam ini juga menyebutkan bahwa banyak warga yang datang kepadanya untuk mengeluhkan pengelolaan dana desa.
Mereka mempertanyakan mengapa dengan pagu anggaran yang besar, Pemerintah Desa tidak dapat menggunakannya untuk membangun desa sesuai usulan Musdes.
Timbulnya keresahan warga terkait pengelolaan dana desa tahun 2025 ini dinilai bisa berdampak negatif. Salah satunya adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Desa.
Jika terus dibiarkan, hal ini dapat memicu kemarahan warga terhadap aparat desa karena mereka dianggap tidak menjalankan amanah yang telah disepakati dalam Musdes.
Oleh karena itu, Ketua LCKI Kota Subulussalam, Edi Suhendri, meminta Walikota Subulussalam M. Rasyid dan Wakil Walikota Subulussalam Nasir Kombih untuk segera mengambil tindakan.
Ia mendesak agar Dinas PMD Kota Subulussalam diberikan peringatan tegas untuk menghentikan semua dugaan kegiatan desa yang tidak tercantum dalam Musdes.
"Dana Desa harus dikembalikan sepenuhnya untuk dikelola oleh masing-masing Pemerintah Desa sesuai dengan hasil musyawarah. Jangan sampai anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat justru dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk kepentingan pribadi," tutup Edi.
[Redaktur: Amanda Zubehor]