WahanaNews-Aceh I Konflik tapal batas Aceh-Sumut di Aceh Singkil di nilai mengkhawatirkan, Komisi I DPR Aceh mengusulkan untuk dibawakan dalam pansus.
Komisi I DPR Aceh meninjau perbatasan Aceh-Sumatera Utara (Sumut) di Lae Balno Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil, Jumat (1/10/2021) sore.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
Rombongan Komisi I DPR Aceh dipimpin Azhar Abdurrahman (Fraksi Partai Aceh). Turut mendampingi Fuadri (Fraksi PAN), Edy Kamal (Fraksi Partai Demokrat) Ridwan Yunus (Fraksi Partai Gerindra) dan Nuraini Maida (Fraksi Partai Golkar).
Lalu Darwati A Gani (Fraksi PNA), Syarifuddin (Fraksi PKB-PDA) dan Attarmizi Hamid (Fraksi PPP).
Turut hadir perwakilan MAA, perwakilan Biro Hukum Setda Aceh, perwakilan Biro Tata Pemerintah Setda Aceh dan perwakilan Dinas Pertanahan Aceh.
Baca Juga:
Lengkap Penderitaan ! Jalan Rusak Sampah Menumpuk Tepat dibelakang Telkom Kota Perdagangan
Sedangkan dari Pemkab Aceh Singkil hadir Bupati Dulmusrid, Asisten I Junaidi, Kepala Bappeda Ahmad Rivai, Kepala Kantor Pertanahan Aceh Singkil Muhammad Reza dan pihak terkait lainnya.
Di perbatasan Aceh-Sumut tersebut digelar pertemuan membahas persoalan konflik sosial yang terjadi akibat belum jelasnya tapal batas yang telah ditetapkan dalam Permendagri Nomor 30 tahun 2020 tersebut.
Dalam pertemuan Azhar Abdurrahman mengatakan kunjungan pihaknya untuk menyerapkan masukan demi kesempurnaan Rancangan Qanun Pertanahan yang sedang dibahas oleh Komisi I DPR Aceh.
"Juga menyerap masukan terkait dengan persoalan dugaan pencaplokan sepihak wilayah Aceh yang berbatas dengan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumater Utara," ujarnya.
Bupati Aceh Singkil Dulmusrid dalam pertemuan membenarkan terjadi konflik sosial akibat permasalaan tapal batas.
Terutama soal belum jelasnya patok batas hingga berimbas pada konflik lahan antar warganya dengan warga Tapanuli Tengah dan konflik lahan antara warganya dengan perusahaan pemegang HGU dari Tapanuli Tengah.
"Bahkan sampai salik bacok antar warga kedua provinsi," kata Dulmusrid.
Dulmusrid berharap Komisi I DPR Aceh mendorong Pemerintah Aceh memperbanyak pemasangan patok pilar batas dan sosialisasi batas kepada masyarakat. Sehingga pontensi konflik segera dapat diredam.
Senada dengan Bupati, Asisten I Setdakab Aceh Singkil, Junaidi mengatakan, agar persoalan tidak berlarut maka segera pasang pilar batas antara dan pilar batas utama.
Lain lagi dengan Camat Danau Paris, Zulhelmi. Ia menyinggung soal titik koordinat yang muncul dalam Google Map, wilayahnya banyak masuk ke Tapanuli Tengah, Sumut.
"Kami minta segera pasang patok batas, sosialisasi kepada warga dan meluruskan titik koordinat yang muncul pada Google Maps," tegas Zulhelmi.
Anggota Komisi I DPR Aceh Ridwan Yunus, saat memberikan tanggapan mengatakan, Google Maps tidak bisa jadi patokan. Begitu juga menyangkut dengan kepemilikan tanah.
"Penyelesaian tapal batas ini tidak boleh anarkis tapi harus melalui dokumen administrasi yang lengkap untuk dapat disampaikan kembali ke Pemerintah Pusat," ujarnya.
Kepala Kantor Pertanahan Aceh Singkil, Muhammad Reza, juga membenarkan bahwa Google Map tidak bisa dijadikan landasan atau payung hukum dalam penetapan suatu daerah administratif.
Ia sarankan mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 30 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh dengan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara.
"Untuk memastikan ada atau tidaknya caplok-mencaplok wilayah administrasi yang tidak sesuai dengan lampiran peta Permendagri Nomor 30 Tahun 2020, maka hendaklah dilakukan ploting area untuk lokasi yang terindikasi adanya kegiatan tersebut," tukasnya.
Pada penutupan pertemuan, Azhar Abdurrahman menegaskan Komisi I DPRA akan inisiasi pembentukan Pansus tapal batas agar penyelesaiannya komprehensif. Sebab persoalan yang terjadi sudah sangat mengkhawatirkan dan berpotensi memicu konflik sosial.
"Pemerintah Aceh segera pasang patok batas dan surati Google Maps untuk meluruskan tagging dan coding batas Aceh-Sumut," pungkas Azhar Abdurrahman. (tum)