SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam -PMKS PT. Mandiri Sawit Bersama (MSB) Namo Buaya dinilai belum layak beroperasi. Sekretaris Jenderal GRIB Jaya Kota Subulussalam, Muzir Maha, meminta pemerintah untuk meninjau ulang izin operasional perusahaan tersebut. Hal ini disampaikannya pada Selasa (11/3/2025).
Berdasarkan hasil pengamatannya di lapangan, perusahaan ini hanya memiliki lima kolam limbah, yang menurutnya belum memenuhi standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Ia khawatir kolam tersebut akan meluap, terutama saat musim hujan. Muzir pun mempertanyakan bagaimana perusahaan mengelola limbahnya selama ini ketika kolam sudah penuh.
Baca Juga:
Dua Perusahaan Pengelola Limbah B3 di Bekasi Disegel Kementerian LH
"Kami heran dengan bau menyengat di sekitar pabrik yang tidak seperti pabrik kelapa sawit (PKS) lainnya. Setelah kami telusuri, ternyata kolam limbahnya belum memadai. Bau tersebut bahkan sudah tercium hingga ke Desa Lae Semolap," ujar Muzir.
Muzir juga menyayangkan sikap perusahaan yang terkesan memaksakan operasional pabrik, meskipun ia menilai PKS MSB belum layak beroperasi.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kecelakaan kerja beberapa waktu lalu serta banyaknya konstruksi bangunan yang belum rampung.
Baca Juga:
Aktifitas Galian yang Diduga Ilegal di Lumbanjulu, DISLINDUP Toba: Kalau Ada Korban Nyawa Bisa Langsung Memberhentikan Kegiatan
Selain itu, ia menemukan adanya pipa yang diduga membuang limbah langsung ke Sungai Batu-Batu. Pipa tersebut mengeluarkan cairan berwarna hitam yang menyebabkan perubahan warna dan bau air sungai. Kondisi ini berdampak pada warga Dusun Rikit, yang selama ini bergantung pada air sungai untuk kebutuhan rumah tangga.
"Ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pasar global. Karena PKS ini sarat dengan masalah dan menyebabkan pencemaran lingkungan, saya berharap pasar internasional tidak membeli CPO dari PMKS PT. MSB II," tegasnya.
Sebagai kader Walhi Aceh, Muzir menyatakan telah mengumpulkan dokumen pendukung untuk dilaporkan kepada Gubernur Aceh dan Kementerian Lingkungan Hidup RI guna mendorong evaluasi terhadap pabrik tersebut.