Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam - Dewan Pengurus Wilayah Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP AKSI) Provinsi Aceh Melakukan Unjuk Rasa di Depan Kantor Kejaksaan Tinggi Aceh.
ALAMP AKSI Provinsi Aceh menyuarakan tuntutan pemberantasan korupsi di Kota Subulussalam, khususnya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca Juga:
Fakta Mengejutkan Kasus Korupsi Disbud Jakarta, dari Gaji Rp 60 Juta hingga Stempel Palsu
Mereka mengungkapkan dugaan korupsi terkait beberapa proyek di dinas tersebut, yang meliputi:
1. Dugaan korupsi terkait proyek Normalisasi dan Tanggul Banjir Sungai Panuntungan Wilayah I, yang memiliki nilai kontrak sebesar Rp 5.388.473.100, berasal dari APBD TA 2022 dan dilaksanakan oleh CV. Tuah Barusa.
2. Dugaan korupsi terkait proyek Normalisasi dan Tanggul Banjir Sungai Panuntungan Wilayah II, dengan nilai kontrak sebesar Rp 6.917.187.000, berasal dari APBD TA 2022 dan dilaksanakan oleh CV. Movix Pratama.
Baca Juga:
Aktivis Aceh: Jangan Sampai Rakyat Tidak Percaya Kepada Kejari Kota Subulussalam
Ada dugaan bahwa pengerjaan proyek tidak sesuai dengan bestek yang dianggarkan, berpotensi merugikan keuangan negara, dan diduga proyek tersebut dijadikan ajang untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu.
Peristiwa jebolnya tanggul di Lae Penutungan, Kota Subulussalam, sangat mengkhawatirkan. ALAMP AKSI Provinsi Aceh mendesak Kejati, diwakili Ali Rasab Lubis sebagai Kasipenkum Humas Kejati Aceh, untuk bertindak.
Mahmud Padang, selaku Ketua ALAMP AKSI, menegaskan hal ini dalam keterangan tertulis kepada media ini pada Selasa (16/01/24)."ALAMP AKSI Provinsi Aceh mendesak Kejati Aceh untuk memanggil dan memeriksa Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), beserta pihak rekanan yang terlibat dalam penanganan peristiwa Normalisasi Tanggul Lae Penutungan. Mereka diminta bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Dalam orasinya di depan kantor Kejati Aceh, ALAMP AKSI menyampaikan keprihatinan terkait lambatnya respons Kejati Aceh terhadap kasus di Dinas PUPR. Mereka mengkhawatirkan bahwa masyarakat akan terus menghadapi musibah banjir sebagai kejadian tahunan jika tanggul ini tidak segera ditangani.
Mereka menyatakan bahwa meskipun turunnya musibah banjir merupakan takdir, pekerjaan tanggul seharusnya dapat menahan volume air besar dan menjadi benteng banjir, seperti tanggul-tanggul lainnya. Dengan adanya kerusakan dan kehancuran, ALAMP AKSI meyakini bahwa ada praktik korupsi di balik proyek tanggul ini.
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) ALAMP AKSI Aceh berharap bahwa melalui aksi yang dilakukan pada hari Selasa, khususnya dalam menghadapi kasus di Kota Subulussalam dan pada awal tahun 2024, penegak hukum dapat menghargai perjuangan mereka.
Mereka menantikan respons cepat terhadap dugaan yang disampaikan ALAMP AKSI. DPW ALAMP AKSI Aceh mengungkapkan bahwa mereka masih fokus menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kejati terkait kerusakan tanggul banjir di Kota Subulussalam, terutama terkait peran Dinas PUPR dan PPK rekanan dalam peristiwa tersebut.
ALAMP AKSI juga berharap agar para aparatur sipil negara dan mereka yang menjalankan sumpah jabatan di dinas tersebut dapat bekerja dengan semangat yang tulus karena Allah, tanpa mengedepankan hawa nafsu. Jika tidak ada perkembangan terkait aksi mereka hari ini, mereka menyatakan niat untuk melanjutkan aksi di kantor Kejati Aceh.
ALAMP AKSI berharap kepada pimpinan Kejaksaan Tinggi Aceh agar tidak takut dan diam ketika ada indikasi dugaan korupsi di Dinas PUPR Kota Subulussalam. Semua ini dilakukan dengan harapan untuk menjadikan pemimpin yang bersih di negeri Hamzah Fansuri. Tutupan oleh Mahmud, selaku Ketua DPW ALAMP AKSI Provinsi Aceh.
[Redaktur: Amanda Zubehor]