PT MSB yang beroperasi di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, telah beroperasi selama lebih dari satu tahun.
Namun berdasarkan pernyataan dari DLHK, perusahaan tersebut masih belum memiliki tujuh dokumen teknis penting yang menjadi syarat operasi.
Baca Juga:
Memanas, Sekelompok Orang Mengaku PT RBU Blokade Stockpile Coal Hauling Road MTN-PKP2B BUMD Baramarta Banjar Kalsel
Pada 10 Maret 2025, Wali Kota Subulussalam sempat meninjau langsung lokasi tercemarnya sungai akibat dugaan limbah dari PT MSB.
Namun hingga kini, belum ada informasi resmi kepada publik terkait langkah lanjutan yang telah diambil oleh pemerintah kota.
Ketua AMP-SAKA, Miskan Bancin, turut angkat bicara. Ia menilai Wali Kota Subulussalam terkesan enggan menjatuhkan sanksi tegas terhadap PT MSB, meskipun dampak negatif dari perusahaan tersebut sudah nyata dirasakan masyarakat.
Baca Juga:
KLH Peringatkan Dampak Negatif Food Waste sebagai Penyumbang Timbulan Sampah Terbesar
“Dulu Sungai Lae Rikit, sekarang Sungai Lae Batu-batu. Ini bukan persoalan sepele, karena menyangkut mata pencaharian warga. Saya minta Wali Kota berpihak kepada rakyat, bukan diam atau acuh terhadap masalah ini,” tegas Miskan.
Miskan juga mempertanyakan mengapa PT MSB yang belum memenuhi syarat dokumen tetap dibiarkan beroperasi, meski telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Ia mendesak agar Wali Kota segera menutup operasional perusahaan tersebut.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dan penyelesaian, kami akan melanjutkan kasus ini ke tingkat provinsi, bahkan menyurati Dirjen Gakkum KLHK untuk mengambil tindakan tegas,” tutup Miskan.