Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam - Masalah honor perangkat desa yang belum dibayarkan selama 7 bulan bukanlah isu baru. Sejak lima tahun terakhir, setiap tahunnya selalu muncul persoalan terkait pembayaran honor perangkat desa.
Ratusan kepala desa dan perangkatnya menggelar demonstrasi di hadapan Pj Wali Kota Subulussalam. Mereka menyampaikan keluhan, seperti pepatah, “Kau makan nangkanya, aku kena getahnya.
Baca Juga:
Tim Militan Relawan Wandi Jabat Siap Menangkan FAKAR
Mantan anggota DPRK Subulussalam, Bahagia Maha, meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaklanjuti temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang mengungkap adanya penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan daerah.
Bahagia menyebut bahwa berdasarkan LHP BPK RI tahun 2023, terdapat dana sebesar Rp 44,4 miliar yang direalisasikan tidak sesuai peruntukannya. Hal ini berdampak pada tertundanya pembayaran honor perangkat desa.
“Akibat lemahnya pengendalian dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan Pemko Subulussalam, dana yang seharusnya digunakan sesuai peruntukannya justru dialokasikan untuk hal lain. Ini sangat memengaruhi pembayaran honor perangkat desa,” ujar Bahagia.
Baca Juga:
Aceh Sepakat Siap Menangkan FAKAR Pada Pilkada Kota Subulussalam
Pada hari ini, ratusan kepala desa dan perangkatnya mendatangi Pj Wali Kota Subulussalam untuk mempertanyakan honor mereka yang belum dibayarkan hingga Desember 2024.
Bahagia menjelaskan bahwa permasalahan ini tidak lepas dari sisa utang honor perangkat desa yang ditinggalkan oleh pemerintahan sebelumnya, yakni pemerintahan BISA, yang berakhir pada Mei 2024.
Meskipun Pj Wali Kota telah mencicil sisa utang honor tahun 2023 hingga lunas, permasalahan baru muncul terkait dana dari Juni hingga Desember 2024.
Temuan LHP BPK RI pada 21 Mei 2024 menyebutkan adanya alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 44,4 miliar.
Dana tersebut digunakan untuk menutupi utang kegiatan sebelumnya, termasuk tunggakan pembayaran pinjaman PEN selama 7 bulan di masa pemerintahan BISA.
“Jika utang-utang tersebut tidak dilunasi, dana DAK dan Otsus untuk daerah tidak akan ditransfer lagi. Satu-satunya cara adalah membayarnya menggunakan DAU, sehingga terganggu lah honor perangkat desa dan pembayaran lainnya,” jelas Bahagia.
Ia juga menambahkan bahwa dana SILPA DBH Sawit tahun 2023 sebesar Rp 7 miliar turut menjadi kendala.
“Ini perlu segera ditangani agar tidak memperburuk kondisi keuangan daerah,” tutupnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]