WahanaNews-Aceh I DPR RI diminta oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh untuk segera memproses amnesti yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada dosen Universitas Syiah Kuala (USK), Saiful mahdi, yang mengkritik sistem kampus.
"Semakin cepat menetapkan amnesti maka semakin cepat negara membuktikan kepada warga negara orang yang tidak layak dihukum tidak layak di tempat penghukuman," kata Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/10/2021).
Baca Juga:
Nikita Mirzani Jadi Tersangka Kasus UU ITE
Syahrul mengatakan Saiful telah menjalani penahanan di LP Banda Aceh sejak 2 September lalu setelah dieksekusi Kejaksaan Negeri Banda Aceh. Dosen Fakultas MIPA itu divonis tiga bulan dan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).
Menurut Syahrul, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi DPR untuk memproses amnesti bagi Saiful. Bila tidak diproses sekarang, Syahrul khawatir lembaga legislatif punya banyak agenda lain yang harus dilaksanakan menjelang akhir tahun.
"Jika tidak dilakukan segera, Pak Saiful Mahdi akan kesulitan mendapatkan amnesti. DPR pada akhir tahun banyak agenda lain untuk disusun dan dilaksanakan," ujar Syahrul.
Baca Juga:
Adam Deni dan Ahmad Sahroni Saling Memaafkan, Hakim: Hukum Tetap Berjalan
Diketahui, per Kamis (7/10) besok, DPR RI memasuki masa reses. DPR RI kembali akan 'ngantor' kembali pada awal November nanti.
Istri Harap Saiful Mahdi Bebas Secepatnya
Istri Saiful Mahdi, Dian Rubianty, mengatakan, dukungan publik membuat Saiful dan keluarga kuat menghadapi masalah tersebut. Dia berharap sang suami segera bebas.
"34 hari ini bukan waktu yg mudah bagi saya dan anak-anak. Dukungan publik dan perhatian pemerintah inilah yang membuat kami kuat dan kami yakin apa yang diperjuangkan oleh bang Saiful adalah kebenaran," kata Dian.
Menurut Dian, amnesti yang diberikan pemerintah punya arti penting bagi semangat perjuangan atas nama rakyat. Bila amnesti diberikan, katanya, membuktikan pemerintah tidak akan membiarkan kebenaran dibungkam dan orang tidak akan takut untuk menyuarakan kebenaran.
"Karena menyatakan yang benar tidak harus bertaruh dengan kemerdekaan diri," katanya.
Jokowi Setuju Beri Amnesti
Sebelumnya, Mahfud Md mengatakan Presiden Jokowi telah menyetujui pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi yang mengkritik kampus. Pemberian amnesti tinggal menunggu proses di DPR.
"Alhamdulillah kita bekerja cepat, karena setelah dialog saya dengan istri Saiful Mahdi dan para pengacaranya tanggal 21 September, besoknya saya rapat dengan pimpinan Kemenkumham dan pimpinan Kejaksaan Agung, dan saya katakan kita akan mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi. Lalu tanggal 24 saya lapor ke Presiden, dan bapak Presiden setuju untuk memberikan amnesti," kata Mahfud kepada wartawan, Selasa (5/10).
Mahfud menuturkan surat permintaan pertimbangan amnesti dari Presiden ke DPR sudah dikirim pada Rabu (29/9) lalu. Dia memastikan proses di pemerintah sudah selesai.
"Nah, sekarang kita tinggal menunggu, dari DPR apa tanggapannya, karena surat itu mesti dibahas dulu oleh Bamus, lalu dibacakan di depan Sidang Paripurna DPR, jadi kita tunggu itu. Yang pasti, dari sisi pemerintah, prosesnya sudah selesai," ujarnya.
Seperti diketahui, Saiful Mahdi harus menjalani hukuman penjara 3 bulan setelah diputus bersalah dalam kasus UU ITE usai memposting kritik di WhatsApp Group yang berisi ratusan dosen Unsyiah. Saiful dieksekusi karena putusan hukumnya.
Putusan MA menguatkan putusan PN Banda Aceh. Saiful dinyatakan bersalah terkait UU ITE dan dihukum 3 bulan penjara serta denda Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.
Dalam keterangan yang disampaikan LBH Banda Aceh, Minggu (1/9/2019), Saiful membuat postingan di grup WA 'Unsyiah Kita'. Grup tersebut berisi 100 anggota, yang merupakan dosen Unsyiah.
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat 'hutang' yang takut meritokrasi," tulis Saiful dalam grup tersebut.
Akibat postingan tersebut, Saiful kemudian diadukan Dekan Fakultas Teknik Taufik Saidi ke Senat Universitas Syiah Kuala. Pada 18 Maret 2019, Saiful dipanggil oleh Komisi F Senat Universitas Syiah Kuala. Kasus tersebut kemudian berlanjut ke kepolisian. (tum)