Tak hanya itu, dia juga berharap kepada perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta di Aceh dapat membuka program studi khusus bahasa Aceh supaya bisa mengatasi kekurangan guru bahasa daerah yang berkualifikasi dan berkompeten di bidangnya.
"Berkaca dari fenomena yang ada, kita takutkan cepat atau lambat keberadaan bahasa Aceh akan terdegradasi dan punah, oleh karena itu pemerintah harus menyiapkan strategi untuk menghindari ini dari kepunahan," ujar Musriadi.
Baca Juga:
Bukan Isapan Jempol, BRIN Siap Gaji Talenta Iptek RI Selevel Negara Tetangga
Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh menyatakan bahwa berdasarkan laporan long form sensus penduduk 2020, penggunaan bahasa daerah Aceh berkurang di kalangan post gen Z yang lahir 2013 ke atas dibandingkan generasi pre boomer (sebelum 1945).
Penggunaan bahasa daerah ini secara berangsur-angsur menurun pada generasi selanjutnya, misalnya pre boomer (mulai usia 77 tahun) sebesar 89,93 persen, lalu pada baby boomer (58-76 tahun) sebesar 85,72 persen.
Kemudian, angkanya terus menurun pada generasi gen X (42-57 tahun) sebesar 82,27 persen, millenial (26-41 tahun) 79,76 persen, gen Z (10-25 tahun) sebesar 74,77 persen, dan generasi paling muda post gen Z (2-9 tahun) jumlahnya turun lagi menjadi 64,36 persen.[zbr]