SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam - Dalam momentum Konferensi Pemuda Parlemen Indonesia Tahun 2025 yang diikuti delegasi dari 38 provinsi se-Indonesia, Reza Fahlevi, pemuda asal Subulussalam yang juga alumni Golkar Institute, mewakili Provinsi Aceh dalam kegiatan yang digelar di Gedung DPR RI pada 25 Oktober 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Reza Fahlevi menyampaikan aspirasi penolakan terhadap kebijakan Menteri Keuangan terkait pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) serta mendorong perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh. Penyampaian ini dilakukan di Ruang Komisi II DPR RI, yang turut dihadiri oleh Ketua DPD RI, Sutan B. Najamudin.
Baca Juga:
Workshop Persiapan Perekrutan Anggota DPRP dan DPRK Otsus akan Digelar LMA Kabupaten Fakfak
“Kebijakan pemotongan TKD oleh Kementerian Keuangan RI berdampak pada lambatnya akselerasi pembangunan di daerah. Saya menilai kebijakan ini mencederai semangat pelaksanaan otonomi daerah. Dampaknya tidak hanya dirasakan Aceh, tetapi juga seluruh daerah di Indonesia. Secara khusus, Provinsi Aceh mengalami pemangkasan TKD sebesar 25%, meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH),” ujar Reza dalam keterangan tertulis kepada media, Sabtu (25/10/2025).
Reza menambahkan, selama ini daerah memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui sumber daya alam, seperti migas, minerba, perkebunan, dan sektor lainnya. Namun, hasil bumi yang seharusnya dinikmati masyarakat daerah justru harus disetorkan terlebih dahulu ke pemerintah pusat.
“Sayangnya, dana bagi hasil yang seharusnya dikembalikan secara proporsional justru dipangkas habis-habisan. Hal ini memicu rasa ketidakadilan bagi daerah,” tegas Reza.
Baca Juga:
Pj Sekda Papua: Musrenbang harus Memberikan Manfaat bagi Masyarakat
Lebih lanjut, ia menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan semangat penguatan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 dan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
“Pemangkasan TKD tahun 2026 juga bertentangan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo, yang salah satu poinnya menegaskan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah. Ini menunjukkan inkonsistensi pemerintah pusat terhadap komitmen tersebut,” ungkapnya.
Menurut Reza, dalam logika desentralisasi, pemerintah pusat telah menyerahkan 32 urusan pemerintahan kepada daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, setiap urusan seharusnya didukung dengan pendanaan yang memadai.
“Jika melihat postur APBN, seharusnya porsi transfer ke daerah minimal mencapai separuh dari total APBN. Saya mengajak seluruh pemerintah daerah untuk solid menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini, karena kabupaten/kota dan provinsi merupakan garda terdepan pelayanan publik kepada masyarakat,” tegasnya dalam rapat di Komisi II DPR RI.
Reza juga menyampaikan keresahan yang sama dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf dan Teuku Fadhil Rahmi, terkait rencana pemotongan TKD tahun 2026.
“Aceh masih terus berupaya mempercepat pembangunan demi kesejahteraan rakyat. Aspirasi ini saya sampaikan sebagai bentuk keresahan kolektif antara rakyat dan pemimpin Aceh,” tambahnya.
Terkait Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh, Reza menegaskan bahwa dana tersebut bukan sekadar alokasi keuangan, melainkan wujud komitmen menjaga perdamaian dan persatuan di Aceh.
“Otsus Aceh merupakan hasil dari proses panjang sejarah dan perdamaian. Sejak 2008, dana Otsus telah menjadi denyut nadi pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh. Karena itu, kami menegaskan kembali bahwa Otsus Aceh harus diperpanjang dan terus disalurkan guna menjaga semangat perdamaian dan persatuan bangsa,” tutup Reza dalam penyampaian aspirasinya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]