SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalasalam - Dugaan pencemaran limbah sawit dari PT Mandiri Sawit Bersama (MSB) terhadap Sungai Rikit di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, mendapat sorotan tajam dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Namun, tanggapan Pemerintah Kota Subulussalam justru memunculkan tanda tanya besar di kalangan publik.
Melalui surat resmi Nomor 500.12.18.1/100/2025 yang ditujukan kepada Ketua YARA, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kota Subulussalam menyatakan bahwa tidak ada hasil uji laboratorium terhadap Sungai Rikit.
Baca Juga:
Warga Tutup Akses TPA Salubue Mamasa, Protes karena Penuh dan Berbahaya
Pernyataan ini mengacu pada penjelasan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam, yang menyebut tidak ditemukan urgensi untuk melakukan pengujian kualitas air sungai yang diduga tercemar.
Dalam surat yang dilampirkan, dijelaskan bahwa meskipun permohonan informasi telah diteruskan kepada pihak terkait, DLHK tidak menemukan indikasi mencurigakan yang dianggap cukup untuk mendasari dilakukannya uji laboratorium.
Padahal, masyarakat dan aktivis lingkungan telah menyuarakan kekhawatiran serius atas dugaan pencemaran yang berpotensi membahayakan ekosistem dan kesehatan warga sekitar.
Baca Juga:
Wali Kota Pekanbaru Tegaskan Pengelolaan Sampah TPS Tidak Boleh Lebih 24 Jam
YARA sebelumnya telah mengajukan permohonan informasi publik pada 11 April 2025 sebagai bagian dari upaya untuk mendorong transparansi dan perlindungan lingkungan di Aceh.
Namun, jawaban dari PPID Kota Subulussalam justru menimbulkan pertanyaan baru: Apakah memang tidak ada indikasi pencemaran, ataukah ada sesuatu yang sengaja ditutupi?
Ketua YARA Perwakilan Kota Subulussalam, Edi Sahputra Bako, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima surat balasan dari PPID Kota Subulussalam.
"Kemarin kami menerima surat balasan dari PPID Kota Subulussalam, dan ternyata DLHK tidak melakukan uji laboratorium terhadap Sungai Rikit yang diduga tercemar limbah PMKS PT MSB," ujar Edi Sahputra Bako, Jumat (18/4/2025).
Sementara itu, warga Desa Namo Buaya berharap agar pemerintah bersikap lebih tanggap dan serius dalam menangani isu lingkungan, terutama yang berkaitan dengan limbah industri kelapa sawit, yang selama ini dikenal memiliki dampak besar terhadap kelestarian alam.
[Redaktur: Amanda Zubehor]