SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam - Sebanyak 248 peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan petugas Kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam nunggak pembayaran iuran.
Iuran petugas kebersihan itu belum terbayar sepanjang Tahun 2025 atau sejak Januari hingga berjalan bulan Agustus 2025.
Baca Juga:
BPJS Ketenakerjaan, Kejari Batam & Disnaker Kepri Kolaborasi Kuatkan Komitmen Wajib Jamsosnaker bagi Galangan Kapal
Keterangan ini dihimpun dari Kepala BPJS Ketenagaakerjaan Subulussalam, Amri Irwansyah dikonfirmasi Serambi.WahanaNews.co, Senin (4/8/2025) siang.
"Terkait status BPJS Ketenagakerjaan mereka masih aktif, memang belum dibayar sejak bulan Januari. Informasi dari Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa nanti akan dibayarkan iruannya. Proses sudah di Dinas Keuangan," kata Amri Irwansyah.
Dia merincikan, dari 248 peserta dengan iuran Rp15.751.00 per orang.
Baca Juga:
Pemkab Fakfak Kerja Sama dengan BPJSK, Beri Perlindungan kepada Pegawai Non ASN
Terkait salah satu peserta yang meninggal tidak bisa mengklaim yang sempat viral, Amri Bilang diproses setelah dilakukan pembayaran sampai bulan waktu peserta meninggal. Haknya bisa dibayarkan dan segala persyaratannya
"Pembayarannya secara kolektif dan tidak bisa per orang pembayaran iuran," jelas Amri.
Terkait BPJS petugas kebersihan ini sempat mendapat sorotan dari Edi Sahputra Bako, Yayasan Advokasi Rakyat Aceh perkwalilan Subulussalam.
Dia menyebut, penghapusan anggaran BPJS Ketenagakerjaan bagi para penyapu jalan adalah bentuk kebijakan yang "tidak pro-rakyat kecil."
"Kami sangat kecewa. Di saat anggaran kebutuhan wali kota mencapai miliaran rupiah, para petugas kebersihan justru kehilangan perlindungan kerja yang nilainya hanya belasan ribu per bulan per orang. Ini ironi," ujar Edi.
Tragedi yang membuka tabir kebijakan ini datang dari kabar duka. Seorang petugas kebersihan meninggal dunia.
Keluarga almarhum, yang berharap dapat mengklaim manfaat BPJS Ketenagakerjaan, harus menelan kenyataan pahit. Iuran mereka telah berhenti dibayarkan sejak 1 Januari 2025.
Tak ada klaim yang bisa dicairkan, "Seorang warga datang ke kantor kami, menangis. Bukan hanya karena kehilangan orang tercinta, tapi juga karena kehilangan hak yang seharusnya dijamin negara. Saat itu kami tahu, ada yang tidak beres," kisah Edi.
[Redaktur: Amanda Zubehor]