Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam - Ketua Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sada Kata (AMM-SAKA) meminta Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang ada di wilayah Kota Subulussalam untuk tidak membeli atau menerima buah kelapa sawit dari perusahaan perkebunan PT. Laot Bangko. Hal itu disampaikan Muzir Maha pada Jumat (5/7/2024).
Menurut Muzir, perusahaan PT. Laot Bangko masih melakukan pemanenan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), meskipun lahan tersebut telah dikeluarkan dari HGU PT. Laot Bangko oleh Kementerian ATR/BPN. Dengan demikian, Muzir menilai bahwa TBS yang dihasilkan PT. Laot Bangko dari kawasan KEL tersebut merupakan TBS ilegal atau curian.
Baca Juga:
Merasa Ditipu, Madin Cs Kembali Datangi PMKS MSB
"Oleh karena itu, jika terbukti industri sawit atau PKS menampung sawit yang berasal dari kawasan hutan, mereka dapat diancam dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan," ujar Muzir.
Pasal 93 ayat (3) huruf c menyatakan bahwa korporasi yang membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin dipidana dengan penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00.
Muzir juga menyayangkan adanya dugaan pemakaian surat pengantar oleh oknum tertentu untuk memuluskan perdagangan TBS dari PT. Laot Bangko, serta dugaan bahwa oknum tersebut ikut membekingi dan membackup perusahaan PT. Laot Bangko.
Baca Juga:
Baru 0,2 Persen Petani Kelapa Sawit yang Memiliki Sertifikat ISPO
Menurut informasi yang diterima Muzir, perusahaan PT. Laot Bangko belum mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).
Otomatis, CPO yang dihasilkan dari TBS PT. Laot Bangko tidak dapat diekspor ke luar negeri karena tidak memenuhi standar yang dibuat oleh Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, PMKS di Subulussalam tidak layak menerima TBS dari PT. Laot Bangko.
Selain itu, masih terdapat masalah lain seperti plasma dan sengketa lahan, yang perlu mendapatkan perhatian dari penegak hukum LHK dan pemerintah daerah agar tidak merugikan masyarakat setempat.