Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam -
Terkait dengan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 dan Pasal 24 Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, yang merupakan hasil dari kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, terdapat komitmen bersama untuk menjaga perdamaian di Aceh hingga kini.
Hal ini disampaikan oleh Ishaq Munte, yang akrab disapa Gadis, mantan kombatan GAM dari wilayah Subulussalam.
Baca Juga:
Pj Wali Kota: Pilkada di Subulussalam Berlangsung Kondusifitas
Gadis menyoroti adanya satu pasangan calon (Paslon) wali kota Subulussalam yang diduga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam UUPA Nomor 11 Tahun 2006 dan Pasal 24 Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016.
Dalam pernyataannya pada Minggu, 15 September 2024, Gadis meminta Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Subulussalam untuk secara tegas menerapkan butir-butir kesepakatan MoU Helsinki.
Menurut Gadis, MoU Helsinki dan UUPA merupakan hasil perjuangan rakyat Aceh yang bertujuan untuk mengangkat martabat bangsa Aceh, sekaligus menjadi jalan menuju perdamaian, kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga:
Sosialisasi Pilkada 2024 KIP Nagan Raya untuk Kepala Desa dan Camat Aceh
"Oleh karena itu, KIP dan Panwaslih Kota Subulussalam harus memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan butir-butir MoU Helsinki dan UUPA secara baik dan sempurna," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kesepakatan ini telah ditandatangani oleh keempat Paslon dalam sebuah acara di Gedung DPRK beberapa hari yang lalu.
Lebih lanjut, Gadis merujuk pada Pasal 24 huruf (b) Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di Aceh, yang menyebutkan bahwa calon kepala daerah di Aceh harus merupakan orang Aceh dan memiliki garis keturunan Aceh.
Ia juga mempertanyakan perbedaan penerapan aturan di KIP Kota Banda Aceh dan KIP Kota Subulussalam, padahal kedua wilayah masih berada dalam Provinsi Aceh.
"Di Banda Aceh, qanun ini sudah diterapkan, jadi di Subulussalam juga harus diterapkan. Kita wajib menjalankan dan menjunjung tinggi butir-butir MoU Helsinki, UUPA Nomor 11 Tahun 2006, dan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016," tegas Gadis.
Dalam konteks ini, Gadis berharap agar KIP dan Panwaslih Kota Subulussalam tetap berpegang pada kesepakatan MoU Helsinki dan qanun Aceh, serta menjaga kekhususan Aceh agar perdamaian yang abadi dapat terwujud, demi mempertahankan kedamaian Aceh dalam bingkai NKRI, tutup Gadis.
[Redaktur: Amanda Zubehor]