WahanaNews-Serambi | Petugas Wilayatul Hisbah atau Polisi Syariat Islam Aceh menutup sebuah rumah makan di Aceh Barat yang nekat menjual makanan dan minuman pada siang hari, ketika Muslim di daerah tersebut sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan 1444 Hijriyah.
“Pemilik rumah makan dan pekerjanya sudah kita tegur agar tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama,” kata Kepala Bidang Wilayatul Hisbah (WH) Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh Barat, Lazuan di Meulaboh, Minggu (26/03/23).
Baca Juga:
Peredaran Ganja Asal Aceh Tujuan Sumbar 624 Kg Diungkap BNN
Aksi menjual makanan dan minuman pada siang hari pada bulan suci Ramadhan melanggar Qanun (Peraturan Daerah) Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.
Dikatakan, siapa pun yang melanggar qanun tersebut, maka dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman cambuk atau sanksi lainnya sesuai dengan aturan penerapan hukum syariat Islam yang sudah lama berlaku di Aceh.
Lazuan menjelaskan, warung yang menjual makanan dan minuman milik warga keturunan tersebut diketahui beraktivitas pada siang hari, setelah petugas melakukan patroli rutin pada bulan suci Ramadhan.
Baca Juga:
Dari Aceh, Presiden Jokowi Lanjutkan Kunjungan Kerja ke Provinsi Sumatra Utara
Saat didatangi oleh petugas, juga turut ditemukan ada warga yang membeli makanan dan minuman, dan kemudian petugas menegur aktivitas tersebut dan rumah makan tersebut ditutup agar tidak menjual makanan di siang hari saat warga muslim sedang beribadah puasa Ramadhan.
Lazuan menjelaskan, apabila pemilik warung tersebut kembali mengulangi perbuatannya, maka dipastikan akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan penerapan syariat Islam di Aceh.
“Untuk sementara hanya kita lakukan pembinaan dan teguran secara lisan, kalau mengulangi lagi perbuatannya, maka kita kenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” kata Lazuan menambahkan.
Pihaknya juga mengimbau kepada semua pihak agar dapat menghormati pelaksanaan syariat Islam yang sudah lama berlaku di Aceh, dan diminta agar tetap menghormati kearifan lokal masyarakat di Aceh, demikian Lazuan.[zbr/antara]