Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam -
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh memberikan penjelasan mengenai definisi "Orang Aceh" yang termuat dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024, terkait Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Subulussalam pada Pilkada serentak 2024.
Penjelasan tersebut mencakup empat poin utama yang bersumber dari surat balasan KIP Aceh kepada KIP Kota Subulussalam.
Baca Juga:
Ketua PWI Subulussalam Sebut Peran Pers Pilkada, Mengedukasi Pemulih dan Cegah Berita Hoax
Surat balasan bernomor 1161/PL.02.2-SD/11/2024 yang bersifat segera ini ditandatangani langsung oleh Ketua KIP Aceh, Saiful, pada 18 September 2024 di Banda Aceh.
Berikut adalah isi dari surat balasan KIP Aceh yang tersebar dan sampai ke media Serambi.WahanaNews.co pada Jumat (20/9/2024).
Sebelumnya, Ketua KIP Subulussalam menyurati KIP Aceh untuk meminta penjelasan terkait definisi "Orang Aceh" yang tercantum dalam Pasal 24 huruf b Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, yang mengatur tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Baca Juga:
Pemerintah Aceh Besar Tinjau Persiapan Logistik Pilkada 2024 di Gudang KIP
Ketua KIP Aceh kemudian memberikan penjelasan melalui empat poin penting dalam surat balasannya. Berikut rinciannya:
1. Berdasarkan Pasal 24 huruf b Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, "Orang Aceh" adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 211 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
2. Pasal 211 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 menyebutkan bahwa "Orang Aceh" adalah setiap individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang berada di Aceh maupun di luar Aceh, dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh.
3. Sejalan dengan itu, Pasal 4 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan juga menyebutkan bahwa "Orang Aceh" adalah setiap individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang berada di Aceh maupun di luar Aceh, dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh. Ayat (2) menyebutkan bahwa "Orang Aceh" terdiri dari etnis Aceh, Alas, Gayo, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulue, Singkil, Tamiang, dan garis keturunan tersebut mengikuti keturunan dari pihak ayah dan/atau ibu.
4. Definisi "Orang Aceh" berbeda dengan "Penduduk Aceh." Menurut Pasal 212 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Pasal 5 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2008, "Penduduk Aceh" adalah setiap orang yang tinggal secara menetap di Aceh tanpa membedakan suku, ras, agama, dan keturunan. Ayat (2) menyebutkan bahwa "Penduduk Aceh" terdiri dari "Orang Aceh" dan pendatang yang tinggal menetap di Aceh. Ayat (3) menjelaskan bahwa pendatang adalah individu yang tidak termasuk dalam definisi "Orang Aceh."
Dengan demikian, "Orang Aceh" diartikan sebagai individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang berada di Aceh maupun di luar Aceh, dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh.
[Redaktur: Amanda Zubehor]