SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam - Warga yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lae Batu-Batu terlihat membawa jaring ikan sebagai bentuk protes atas kematian ikan-ikan berjumlah banyak mengakibatkan sulit mencari ikan.
Unjuk rasa ini juga, karena mereka tidak puas dengan hasil rapat dengar pendapat (RDP) pada Jumat (16/5/2025), dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Subulussalam.
Baca Juga:
Bocah 4 Tahun Dikabarkan Hilang Terseret Arus Saat Mandi di Sungai
“Kami meminta Pemerintah Kota Subulussalam untuk mendesak pihak perusahaan segera memberikan kompensasi kepada masyarakat khususnya para Nelayan,” kata Hasbi Bancin saat menyampaikan orasinya, Senin (19/5/2025) di halaman kantor wali kota setempat.
Hasbi juga meminta Wali Kota Subulussalam agar menutup sementara operasioanal PT MSB II.
Karena mereka menduga bahwa limbah dari Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT MSB II yang berada di hulu Sungai Lae Batu-Batu sebagai penyebab atas kematian ikan berjumlah banyak itu.
Baca Juga:
Masyarakat Kota Subulussalam Bentangkan Spanduk di Perbatasan Gajah Putih, Desak Mendagri Kembalikan 4 Pulau ke Aceh
Siti Aman, salah seorang ibu sekaligus mengaku sebagai kepala keluarga menyebutkan puluhan tahun penghasilan keluarganya dari sungai itu.
“Kami tidak punya usaha, saya menafkahi anak yatim. Selama 27 Tahun ditinggal ayahnya, dari hasil ikanlah yang menafkahi kebutuhan-nya. Untuk dari itu beri kami bantuan usaha,” kata Siti Aman.
Tak hanya itu, Aliansi Nelayan dan Masyarakat Muara Batu-Batu tersebut juga mendesak supaya Wali Kota Subulussalam, H. Rasyid Bancin mengevaluasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam.
Aksi dari Damai Aliansi Nelayan dan Masyarakat Muara Batu-Batu, Kecamatan Runding ini catatan perdana di masa kepemimpinan H. Rasyid Bancin dan Nasir Kombih yang dilantik Gubernur Aceh pada 15 Februari 2025 lalu.
Ratusan demonstran tersebut ditemui oleh Wakil Wali Kota Subulussalam, Nasir Kombih.
Terkait dugaan pencemaran limbah dia menyebutkan menunggu hasil pada tanggal 29 dari Laboratorium Kimia Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
“Kalau memang itu nanti terbukti, kita akan segera tutup yang perusahaan PT.MSB II,” tegas Nasir Kombih.
Wakil wali Kota menyampaikan akan pelajari serta menelaah kelengkapan dokumen, perizinan dan akan menurunkan TIM Investigasi ke TKP.
“Apabila ada terbukti kebocoran dari kolam-kolamnya atau sengaja ditumpahkan. Pihak perusahaan harus bertanggung jawab dan memberi konpensasi kepada masyarakat,” ujar Nasir Kombih.
Pihak perusahaan PT MSB II pada RDP Jum’at lalu membantah tuduhan kepada perusahaan mereka yang mencemari Sungai Lae Batu-Batu.
Sunardi, selaku Manajer PT MSB II menyebutkan bahwa perusahaan tidak pernah membuang limbah ke Sungai.
Perusahaan PT MSB II, yang terletak di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan, beberapa minggu terakhir ini menjadi sorotan di daerah itu.
Perusahaan tersebut diduga melanggar berbagai aturan lingkungan dan keselamatan kerja, serta dituding mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam industri sawit.
Meski belum mengantongi izin operasional secara lengkap, pabrik PT MSB telah beroperasi penuh di lapangan.
Aktivitas tersebut memicu keresahan masyarakat, terutama karena pengelolaan limbah yang dinilai amburadul dan tidak memenuhi standar teknis maupun lingkungan.
Hal ini disampaikan pemerhati sawit berkelanjutan Nukman Suryadi Angkat alias Arung pada Senin (5/5/2025) lalu dan dia mengungkapkan telah melaporkan PT MSB II ke RSPO.
Dia Mendesak agar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merespon dan segera turun tangan menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.
[Redaktur: Amanda Zubehor]