Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam - Ketua organisasi masyarakat Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) DPC Kota Subulussalam, Ahmad Rambe, sangat menyesalkan upaya penghabatan pembangunan desa melalui pengutipan uang yang dilakukan oleh oknum tertentu di Kota Subulussalam.
Upaya tersebut melibatkan berbagai cara, termasuk pengutipan dana kunjungan kerja (kunker) bernilai belasan juta rupiah yang dibebankan dari Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2023, dan disetorkan kepada camat masing-masing.
Baca Juga:
Kanwil DJPb Sulteng: Kinerja APBN hingga Oktober 2024 Alami Pertumbuhan Positif
Informasi dari beberapa camat di Kota Subulussalam menyebutkan bahwa uang ratusan juta tersebut telah disetorkan kepada pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) secara tunai. Namun, disayangkan bahwa uang belasan juta dari kepala desa hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.
Setelah mencoba mengkonfirmasi Kepala Dinas DPMK Kota Subulussalam, Rambe menyatakan bahwa hingga berita ini dikirimkan kepada awak media pada Selasa (09/01/2024), belum ada jawaban pasti dan diakui masih dalam rapat.
Padahal, uang tersebut sudah mencapai 4-5 bulan setelah disetor oleh kepala desa, terlebih lagi karena Tahun Anggaran 2023 telah berakhir, dan para kepala desa telah menyelesaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan 2023, meskipun kegiatan bimbingan teknis (bintek) tersebut tidak dilaksanakan.
Baca Juga:
Realisasi Anggaran Pendidikan Hingga Oktober 2024 Capai Rp463,1 Triliun
Rambe mengingatkan bahwa pengelolaan dana desa telah diatur dalam peraturan yang jelas, seperti UU Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa, PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa dari APBN, dan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Namun, keluhan dari kepala desa sebagai penanggung jawab ADD menunjukkan adanya tekanan dan pemaksaan dalam memasukkan program yang bukan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembangdes) ke dalam anggaran desa.
Rambe menambahkan bahwa beberapa kepala desa menyatakan bahwa dana tersebut sudah tidak berada di kas desa, melainkan diserahkan kepada panitia kegiatan. Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kejaksaan Negeri (Kejari), dan Kepolisian Daerah (Polda) Aceh untuk segera mengusut dan menyelidiki masalah pengelolaan keuangan desa di Kota Subulussalam.
Menurutnya, program dana desa saat ini tidak lagi murni untuk membangun desa dan banyak program yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat.