Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam -
Hari ini, para pedagang ikan kembali mendatangi kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop & UKM) Kota Subulussalam terkait pungutan uang fiber ikan, Senin (10/6/2024).
Para pedagang disambut langsung oleh Kadisperindagkop UKM Kota Subulussalam, Junipar, didampingi sekretaris dan Kabid Perdagangan di ruang pertemuan Kadis.
Baca Juga:
Pedagang Ikan Bersilaturahmi ke Kantor Disperindagkop Subulussalam
Dalam pertemuan tersebut, para pedagang grosir meminta agar isi/peraturan wali kota (Perwal) tentang tarif dan jenis pemungutan retribusi tong fiber ikan basah dengan tarif Rp10.000 per fiber diganti dengan uang lapak grosir ikan per tahun sebesar Rp1,5 juta.
Setiap pengutipan yang berdasarkan Perwal harus disertai bukti pembayaran yang sah dari pemerintah daerah, karena selama ini pembayaran uang fiber tidak disertai bukti pembayaran yang sah.
Para pedagang juga mengeluhkan tidak adanya air bersih dan meteran listrik khusus milik pemerintah di pasar ikan tersebut. Akibatnya, pedagang selama ini menggunakan listrik dari meteran sendiri dan sumur pribadi.
Baca Juga:
Pedagang Ikan di Pasar Subulussalam Mengeluh Adanya Pungutan Liar
Kadisperindagkop UKM Subulussalam menjelaskan bahwa Perwal tentang retribusi tong fiber ikan basah sudah ada sejak tahun 2019, berakhir tahun 2023, dan diperbarui tahun ini. Pengutipan tersebut sah berdasarkan hukum.
"Keinginan para pedagang tersebut akan disampaikan kepada pimpinan untuk diupayakan apakah masih bisa dilakukan revisi atau tidak," jelas Junipar.
Para pedagang baru mengetahui bahwa sejak tahun 2019 sudah ada Perwalnya, tetapi mengapa dari dulu tidak ada tanda bukti pembayaran yang sah dari pemerintah daerah.
Seorang pedagang menyampaikan bahwa dalam seminggu, rata-rata fiber ikan yang masuk mencapai 25 fiber. Jika dikalikan 52 minggu dalam setahun, menjadi 1300 fiber, dan jika dikalikan Rp10.000 per fiber, maka didapatkan hasil Rp13 juta per orang. Dengan 9 pedagang grosir, totalnya mencapai Rp117 juta per tahun.
Itu baru dari 9 pedagang grosir ikan dan hanya dari satu item retribusi, tetapi mengapa target PAD dari Pasar Baru Subulussalam hanya mampu menghasilkan Rp23-24 juta per tahun sejak tahun 2021. Ada apa ini?
Menurut Kabag Hukum Setdako, Supardi, Qanun retribusi dan pajak daerah tahun 2024 sudah disahkan dan turunannya, Perwal retribusi dan pajak untuk Pasar Subulussalam mungkin masih dalam pembahasan.
Sementara itu, pengelola Pasar Baru Subulussalam yang dikonfirmasi awak media melalui WhatsApp mengatakan bahwa ia mulai mengelola pasar sejak April 2023 dengan target per tahun Rp50 juta, sehingga kewajibannya menyetor ke negara hanya Rp32 juta, dan sudah disetorkannya ke negara.
Jumlah tong fiber ikan basah yang masuk bisa mencapai 25 fiber per malam, ujarnya.
"Teknisnya saya kontrak per tahun dan kewajiban saya sudah saya bayar," ujarnya.
Mohon kepada APIP, untuk memberikan perhatian khusus pada permasalahan ini.
[Redaktur: Amanda Zubehor]