Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam -
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Subulussalam meminta Penjabat Wali Kota Subulussalam untuk menghentikan seluruh aktivitas PT. Sawit Panen Terus (SPT), yang membuka hutan secara besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit tanpa mengantongi izin analisis dampak lingkungan (Amdal).
Permintaan penghentian aktivitas PT. SPT tersebut disampaikan melalui surat nomor 027/YARA-SS/IX/2024, tertanggal 09 September 2024, yang ditandatangani oleh Ketua YARA Perwakilan Subulussalam, Edi Sahputra Bako.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi, Kejagung Benarkan Geledah KLHK
“Kami telah mengirimkan surat kepada Pj. Wali Kota Subulussalam terkait penghentian sementara operasional PT. SPT, yang saat ini membuka hutan secara masif untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kecamatan Sultan Daulat,” ujar Edi Sahputra Bako kepada wartawan, Selasa (10/9/2024).
Menurut Edi, berdasarkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha (PKKPR) yang dikeluarkan oleh pemerintah, PT. SPT membuka hutan seluas 12.750.311,45 M² atau 1.200 hektar yang berada di tiga desa, yaitu Desa Singgersing, Batu Napal, dan Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat.
Namun, berdasarkan surat dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam, PT. SPT belum mengantongi izin Amdal maupun UPL-UKL, sehingga secara jelas melanggar peraturan dan perundang-undangan.
Baca Juga:
34 Sekolah Binaan DLH Kota Tangerang Raih Penghargaan Adiwiyata Nasional dan Mandiri
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL.
“Berdasarkan surat balasan dari DLHK Kota Subulussalam kepada kami, hingga saat ini PT. SPT belum memiliki izin Amdal maupun UPL-UKL, tetapi lahan tersebut sudah banyak ditanami kelapa sawit. Selain izin lingkungan, izin usaha lainnya juga belum ada. Ini yang perlu diusut. Bagaimana bisa lahan seluas 1.200 hektar dibuka tanpa perizinan? Jangankan HGU, Amdal saja belum ada. Ini sangat aneh,” ungkap Edi Sahputra Bako.
Oleh karena itu, Edi meminta Pj. Wali Kota Subulussalam untuk segera menghentikan semua aktivitas PT. SPT di lapangan hingga izin Amdal dan perizinan usaha lainnya lengkap.
Edi juga menyampaikan bahwa pihaknya akan bersurat ke pemerintah pusat, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk meminta penghentian aktivitas PT. SPT di lokasi yang belum mengantongi izin Amdal.
Selain ke KLHK, Edi menyebutkan bahwa pihaknya juga akan menyurati Kementerian ATR/BPN terkait sertifikat hak milik (SHM) yang dikeluarkan oleh BPN Kota Subulussalam, menggunakan nama warga setempat atas lahan yang kini dikuasai oleh PT. SPT.
“Kami telah menemukan beberapa salinan sertifikat yang menggunakan nama warga, namun lahan tersebut dikuasai oleh PT. SPT. Anehnya, sertifikat tersebut merupakan program redistribusi dari pemerintah pusat. Hal ini akan kami laporkan ke Kementerian ATR/BPN,” tutup Edi.
[Redaktur: Amanda Zubehor]