Poin kedua, sanitasi urban dan pengolahan limbah wajib inklusif dan prowarga miskin, yang diimplementasikan dalam kerangka kerja penataan kota.
Selanjutnya, fasilitas publik ini tidak dapat dipisahkan dari sistem pengelolaan air perkotaan.
Baca Juga:
Eks Menlu RI Retno Marsudi Diangkat jadi Dewan Direksi Perusahaan Energi Singapura
Di kawasan yang rawan banjir, sistem sanitasi dan pengolahan air limbah harus terintegrasi dengan infrastruktur pengendalian bencana.
Sistem sanitasi buruk, seperti tangki septik yang rawan rembes atau kolam pembuangan terbuka, bisa dengan mudah meluapkan dan mengalirkan limbah serta bibit penyakit ke segala penjuru kota.
Keempat, kebijakan sanitasi dituntut transparan, konsisten, dan mengadopsi tuntutan global saat ini, yaitu ramah lingkungan.
Baca Juga:
Buka Kejuaraan Nasional Renang Antar Klub Se-Indonesia, Wamenpora Harap Dapat Lahirkan Atlet Berprestasi
Adopsi teknologi murah dan mudah bisa dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai organisasi dunia ataupun nasional.
Kelima, karena terbatasnya keuangan pemerintah, muncullah era baru membangun infrastruktur kota, termasuk untuk pembangunan sistem sanitasi dengan mengikutsertakan sumbangsih dari masyarakat dan pihak swasta (public private partnership).
Sumbangsih masyarakat itu dapat dijaring dengan beragam cara.