Ketika pertama kali WC duduk dan urinoar diperkenalkan di pusat-pusat belanja modern, banyak didapati pengunjung yang kebingungan bagaimana cara menggunakannya dengan tepat.
Ada bekas tapak sepatu di tepian dudukan toilet, air membasahi lantai yang seharusnya tetap kering, WC tidak disiram --mungkin bingung harus menekan atau menarik tombol yang mana, hingga tisu toilet dibuang sembarangan, berceceran.
Baca Juga:
Eks Menlu RI Retno Marsudi Diangkat jadi Dewan Direksi Perusahaan Energi Singapura
Perlahan, perilaku masyarakat di toilet pun membaik meskipun tetap ada yang masih sulit beradaptasi sampai sekarang.
Penyediaan toilet umum bersih memang bukan semata untuk melayani warga.
Kehadiran fasilitas kamar kecil higienis itu menjadi ajang edukasi gaya hidup sehat dan aman bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Baca Juga:
Buka Kejuaraan Nasional Renang Antar Klub Se-Indonesia, Wamenpora Harap Dapat Lahirkan Atlet Berprestasi
Warga dipaksa belajar bagaimana antre, menggunakan tisu dan air secukupnya, dan meninggalkan fasilitas itu dalam kondisi bersih setelah memakainya.
Namun, layanan toilet umum bersih tetap saja belum merata tersedia di banyak daerah di Indonesia.
Di sebagian pasar tradisional, taman kota, dan fasilitas publik lain, kualitasnya tidak terjamin dengan baik.