Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam -
Hasbullah SKM menyayangkan pernyataan Muslim Aiyub yang beredar di beberapa media.
Menurutnya, Muslim Aiyub tidak memahami Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dan Qanun Aceh, Rabu (25/9/2024).
Baca Juga:
Agenda Pemaparan Visi Misi di DPRK Kota Subulussalam Diwarnai Aksi Walk Out dari Dua Pasangan Calon
"Saya sangat menyayangkan pernyataan Muslim Aiyub, yang merupakan Anggota DPR-RI terpilih dari Partai NasDem dan akan dilantik pada November mendatang," ungkap Hasbullah.
Menurut Hasbullah, pemahaman Muslim Aiyub sangat keliru dalam mendeskripsikan Qanun Aceh Pasal 24 Nomor 7 Tahun 2024 tentang definisi "Orang Aceh" dalam UUPA.
"Yang dimaksud dengan 'Orang Aceh' berdasarkan UUPA Nomor 6 Tahun 2006 Pasal 211 adalah setiap individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang tinggal di Aceh maupun di luar Aceh, serta yang mengakui dirinya sebagai orang Aceh," jelas Hasbullah.
Baca Juga:
Ridwan Husein: Hormati UUPA Kekhususan Aceh, Tidak Ada Unsur SARA
"Dari sini sudah jelas. Muslim Aiyub seharusnya menghormati UUPA, yang telah disepakati dalam MoU Helsinki antara Aceh dan Pemerintah Indonesia. Pemerintah Aceh memiliki kewenangan khusus untuk mengatur rumah tangganya sendiri," tambahnya.
Hasbullah juga menegaskan bahwa Muslim Aiyub seharusnya meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menindak komisioner KIP Aceh, bukan KIP Kota Subulussalam, yang dinilai tidak konsisten dalam menjalankan UUPA.
"Pasalnya, KIP Aceh telah mengirimkan surat kepada Ketua KIP Kota Subulussalam dengan Nomor 1161 PL.02.2-SD/11/2024 pada 18 September 2024. Dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa KIP Kota Subulussalam harus berpedoman pada UUPA dan Qanun Aceh," beber Hasbullah.
Hasbullah juga menjelaskan bahwa pada 22 September 2024, KIP Kota Subulussalam telah menetapkan tiga pasangan calon (paslon) wali kota dan wakil wali kota, serta satu paslon dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Setelah itu, pada 23 September, KIP Subulussalam mengundang ketiga paslon untuk pengundian dan penetapan nomor urut, sesuai dengan PKPU Nomor 2 Tahun 2024.
Namun, setelah menerima protes dari pendukung salah satu paslon, KIP Aceh kembali mengeluarkan surat Nomor 1213/PL.02.2-SD/11/2024 terkait Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Subulussalam, yang menetapkan paslon tersebut memenuhi syarat (MS).
"Ini sangat aneh, seolah-olah Pilkada serentak tidak memiliki dasar hukum. Padahal, tahapan Pilkada sudah dijelaskan dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2024. Tidak seharusnya paslon yang TMS diubah menjadi MS, kecuali melalui proses keberatan di Bawaslu," ujarnya.
Hasbullah merujuk pada pernyataan Anggota KPU RI, August Mellaz, dalam konferensi pers di Jakarta pada 23 September 2024, yang dilansir oleh Antara. Mellaz menyebutkan bahwa kandidat yang tidak lolos harus mengajukan gugatan sengketa ke Bawaslu. Dari total 1.561 pasangan calon yang mendaftar, KPU menetapkan 1.553 paslon dan delapan paslon tidak memenuhi syarat, termasuk pasangan Affan Alfian dan Faisal.
"Saya berharap Pemerintah Aceh, khususnya Wali Nanggroe, DPRA, dan Pemerintah Indonesia, tegas dalam menjalankan UUPA dan Qanun Aceh sesuai dengan MoU Helsinki, yang telah memberikan Aceh keistimewaan," imbuh Hasbullah.
"Saya juga berharap KPU RI dapat membekukan KIP Aceh, dan saya minta Muslim Aiyub untuk tidak memperkeruh suasana di Kota Subulussalam. Kami tidak heran jika Pasangan BISA tidak menjadi calon. Yang kami herankan, mengapa mereka bisa menjadi calon padahal tidak lahir di Aceh dan tidak memiliki garis keturunan orang Aceh," pungkas Hasbullah.
[Redaktur: Amanda Zubehor]