Serambi.WahanaNews.co, Subulussalam -
Pada tahun 2023 lalu, banyak kepala SKPK, camat, tenaga medis, guru, kepala kampong, dan kontraktor di Kota Subulussalam mengeluh karena tidak dapat menjalankan aktivitas rutin sebagaimana layaknya kabupaten/kota lainnya di Aceh. Hal ini disebabkan oleh tidak tersalurnya anggaran karena kekosongan kas daerah.
Tahun 2023 diwarnai dengan hiruk pikuk tuntutan dari berbagai kalangan, termasuk tenaga honor SKPK, guru sertifikasi, dan banyak lainnya, yang meramaikan grup WhatsApp dan media sosial lainnya. Ironisnya, tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah kota yang menjelaskan penyebab selain defisit dan kekosongan kas daerah.
Baca Juga:
Berkat Transparansi Keuangan, Sajiwa Foundation Raih Predikat WTP Berturut-turut
Para kepala SKPK juga mengeluh karena terlilit utang untuk memenuhi kebutuhan operasional kantor, seringkali menggunakan uang pribadi demi tetap berjalannya pelayanan.
Mereka menjadi sasaran kemarahan publik, dianggap tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, dikritik, dimaki, dan didemo, namun tetap hanya bisa berkata, "Tidak ada uang."
Dalam upayanya mengatasi defisit keuangan yang membebani Kota Subulussalam, Pj Walikota Subulussalam, Azhari, memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Kota (TAPK) untuk menyusun konsep pengelolaan keuangan yang baik dan tepat sebagai pedoman untuk tahun anggaran 2024.
Baca Juga:
LKPP Raih WTP Kedelapan Kali, Pemerintah Konsisten Wujudkan Akuntabilitas Pengelolaan APBN
“Ini sebagai pedoman pelaksanaan pengelolaan dan penatausahaan keuangan daerah di Kota Subulussalam pada tahun anggaran 2024,” kata Azhari dalam siaran persnya yang diterima pada Jumat (14/6/2024).
Menurut Azhari, persoalan keuangan daerah terjadi karena tingginya pembiayaan belanja daerah dibandingkan penerimaan daerah tahun sebelumnya, sehingga menimbulkan defisit yang membebani APBK Subulussalam tahun anggaran 2024.
“Tidak seharusnya semua ini terjadi. DAU reguler setiap tahunnya diutamakan untuk membiayai belanja pegawai dan operasional perkantoran,” tambah Azhari.
Melihat keluhan dari berbagai kalangan, Pj Walikota Subulussalam berkomitmen untuk memprioritaskan pembayaran kewajiban daerah pada belanja tahun 2024 guna menyelesaikan persoalan tahun sebelumnya, seperti:
1. Membayar cicilan utang jatuh tempo (PEN) yang sudah menunggak sejak Desember 2023
2. Sisa TPP PNS tahun 2023
3. Alokasi Dana Kampong Tahap IV tahun 2023
4. Sertifikasi Guru
5. Insentif Tenaga Medis RSUD
6. Belanja Operasional Mukim
7. Kewajiban terhadap kegiatan yang bersumber dari dana peruntukan seperti utang dana DAK, DOKA, dan dana peruntukan lainnya
8. Belanja Beasiswa dan Sewa Asrama Mahasiswa
9. Belanja operasional rutin perkantoran sesuai kebutuhan
10. Belanja pelayanan publik lainnya sesuai kemampuan kas daerah saat ini
Selain itu, Azhari juga berkomitmen mengalokasikan dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun berjalan, terutama dari sumber dana DOKA, DAK, dan dana spesifik lainnya. Jika dana tersebut tidak dialokasikan, progres pembangunan daerah tahun ini bisa terhambat.
Terkait penyelesaian defisit, berdasarkan laporan Serambinews pada Rabu, 29 September 2021, Pemko Subulussalam mengambil langkah tegas dengan memangkas sejumlah anggaran SKPK agar defisit nol (zero deficit), dengan menunda sejumlah kegiatan yang akan diteruskan pada tahun berikutnya.
Dalam keterangan pers yang didampingi Sekdako Taufit Hidayat dan Kepala Bappeda H. Ramadhan, sebelum penyusunan raqan APBK-P tahun 2021, Pemko Subulussalam menghadapi defisit anggaran mencapai Rp 115 miliar lebih.
Untuk mengatasi hal ini, Pemko Subulussalam melakukan pembiayaan dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Namun, pada kenyataannya, Pj Walikota Subulussalam menyatakan dalam press releasenya pada 14 Juni 2024 bahwa menyelesaikan persoalan pembiayaan kewajiban daerah pada tahun 2024 tidaklah mudah, memerlukan tenaga ekstra dalam menyusun konsep dan strategi penyelesaian kewajiban tersebut.
Dengan adanya utang yang lebih besar daripada pendapatan, muncul pertanyaan: siapa yang memaksakan belanja tersebut, untuk apa, dan siapa yang diuntungkan?
Meskipun telah meminjam dana PEN sebesar 108 miliar dan memangkas anggaran besar-besaran di tahun 2021 agar defisit nol, hingga kini masih terjadi defisit. Kemana perginya uang PEN dan hasil pemangkasan anggaran tersebut?
Layakkah Pemko Subulussalam mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sementara faktanya keuangan defisit, rakyat sulit, dan birokrasi lumpuh?
Sudah saatnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengkajian ulang atas opini WTP yang diberikan setiap tahunnya di Kota Subulussalam, Aceh ini.
[Redaktur: Amanda Zubehor]