Serambi.WahanaNews.co Subulussalam - Terkait perseteruan antara Legislatif dan Eksekutif Kota Subulussalam mengenai segala macam persoalan, mulai dari ketidak samaan persepsi dalam mengambil keputusan sebuah rancangan banyak program hingga persoalan R- APBK dan Perwal, yang hingga saat ini belum ada solusi, kembali menuai kritikan pro dan kontra baik dari sejumlah masyarakat dan tokoh LSM yang ada di Kota Sada Kata ini.
Bulan Januari 2024 telah memasuki pekan keempat, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota atau R- APBK Murni 2024 belum disahkan karena faktor keterlambatan dari pemerintah kota.
Baca Juga:
Miris, Delapan Bulan Honor Aparatur Kampong Subulussalam Belum Dibayar Pemko
Kondisi ini dikhawatirkan membuat serapan anggaran pemerintah daerah menjadi terlambat sehingga pelayanan publik juga tidak maksimal.
Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Kota Subulussalam, Edi Suhendri, menyampaikan rasa kekecewaannya atas potensi keterlambatan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) tahun 2024 nantinya.
Edi mengungkapkan keprihatinannya terhadap potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, akibat pengesahan APBK terlambat sehingga gubernur tidak dapat mengevaluasinya, ungkap Edi kepada media ini, Jumat (26/01/24).
Baca Juga:
Ketua PWI Subulussalam Sebut Peran Pers Pilkada, Mengedukasi Pemulih dan Cegah Berita Hoax
Menurut Undang-Undang tersebut, kepala daerah dan DPRD/ DPRK diwajibkan menyetujui bersama rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD/APBK paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran.
Adanya keterlambatan tersebut dapat berdampak serius, termasuk sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada DPRD/DPRK dan kepala daerah.
Edi mengatakan, “jujur saja, masyarakat umumnya sangat kecewa. Ini tanggal sudah masuk injury time, sementara DPRK dituntut tanggal 31 januari maksimal sudah disahkan. DPRK melalui tim banggar dan TAPK sudah memulai melalui pembahasan, tetapi gagal dilakukan di sebakan anggota banggar dan ketua TAPK terjadi keributan yang panas sehingga TAPK keluar dari ruang pembahasan, ini tidak sepatutnya terjadi untuk di pertontonkan," jelas Edi.
Menurut Edi, ketepatan pembahasan APBK dan penetapan, harus dimaknai, sebagai menjamin efektivitas jalannya pemerintahan daerah. Dan juga menyangkut efektivitas penyerapan anggaran.
”Bahwa APBK berfungsi untuk kemakmuran masyarakat makanya harus tepat waktu pengesahannya. Jangan lampaui itu, dan ketua DPRK selaku ketua Banggar jangan terkesan memperlambat pengesahan APBK, sebab yang dibahas itu uang untuk kesejahteraan rakyat," papar Edi.
Edi Suhendri juga menyatakan, "jangan sampai akibat keterlambatan APBK kota Subulussalam disahkan, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri memberikan sanksi akibat terlambatnya penetapan anggaran pendapatan dan belanja kota (APBK). Di khawatirkan, sanksinya bila terlambat disahkan, anggota DPRK dan Kepala Daerah terkena sanksi berupa penundaan gaji selama enam bulan. Selain itu, Kota Subulussalam juga akan menerima sanksi dari Pemerintah Pusat, yaitu tidak mendapatkan Dana Insentif Daerah atau DID." Tegas Edi.
Sambungnya lagi, "Tugas utama Sekda Kota Subulussalam selaku ketua TAPK pasca dilantik menjadi sekda defenitif, adalah menyusun draf anggaran kota Subulussalam serta membahas bersama tim banggar jangan sempat gagal, jika waktu pengesahannya tidak tercapai maka gagallah sekda selaku ketua TAPK, bila itu gagal, lebih baik mundur saja jadi sekda dari pada kota subulussalam terkena sangsi yang dapat merugikan daerah Sada Kata ini," imbuhnya.
Edi Suhendri, selaku ketua LCKI kota Subulussalam dengan tegas mengingatkan pemerintah kota Subulussalam dan DPRK, "ini tahun tahun politik, jangan sampai gara-gara keterlambatan APBK ini disahkan, rakyat kota Subulussalam menghukum DPRK dan wali kota dengan melalui pemilu dan pilkada nanti," sampai Edi.
Edi Suhendri juga menyarankan agar wali kota Subulussalam mengevaluasi jabatan Sekwan kota Subulussalam.
"Saya menilai, sekwan gagal membangun dua arah komunikasi, seharusnya sekwan mampu mengakomodir dua kepentingan di lembaga wakil rakyat itu, dan mampu menjembatani antara dua kepentingan yang berbeda dalam sebuah lembaga, kepentingan legislatif, dan eksekutif," tegas Edi lagi.
Masih dengan Edi, "semestinya sekwan mampu memfasilitasi TAPK dan Tim Banggar untuk duduk bersama menyatukan persepsi sebelum pembahasan, agar jangan terjadi deadlock lagi antara TAPK dan Tim Banggar, agar Qanun Rancangan APBK dapat disahkan dalam akhir bulan ini dan jangan sampai terjadi APBK kota subulussalam di Perwalkan, bila itu terjadi berarti Sekda selaku ketua TAPK dan Ketua DPRK selaku Ketua Banggar gagal diberi amanah dan Mendagri harus mengevaluasi jabatan sekda kota Subulussalam," tutupnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]