Ada pun mekanisme pengangkutan pasir tersebut syaratnya para pihak yang membutuhkan pasir (pengurus masjid/pesantren), harus membuat surat permohonan terlebih dahulu kepada perusahaan dengan mencantumkan jumlah kebutuhan pasir dan peruntukannya.
Surat permohonan tersebut juga wajib mendapatkan rekomendasi dari masing-masing kepala desa, sehingga permintaan pasir hasil pengerukan dari pelabuhan jelas tujuannya dan tidak boleh diperjualbelikan, tidak diselewengkan atau disalahgunakan.
Baca Juga:
Dukung Percepatan Pembangunan Energi Bersih, ALPERKLINAS Sebut PLN dan Pemerintah Daerah Harus Koordinasi Intens
Sedangkan untuk biaya pengangkutan pasir hingga penganggaran ke tempat, juga sepenuhnya menjadi tanggungan pemohon.
“Jadi, pasir yang selama ini telah kita keluarkan ini jelas peruntukannya, dan tidak pernah kita perjual-belikan,” kata Muhammad Khoirul Harahap menambahkan.
Ia mengakui pasir yang selama ini dikumpulkan di darat dan bersumber dari hasil pengerukan di lokasi pelabuhan Jetty, telah berlangsung sejak tahun 2024 lalu dan pasir yang dikeluarkan tersebut digunakan untuk penimbangan lokasi masjid atau halaman pesantren yang tergenang banjir di Nagan Raya, serta di wilayah sekitar perusahaan.
Baca Juga:
Sosialisasi Pilkada 2024 KIP Nagan Raya untuk Kepala Desa dan Camat Aceh
[Redaktur: Amanda Zubehor]