SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam - Pencemaran sungai kembali terjadi dan sangat merugikan masyarakat Kota Subulussalam, khususnya warga Desa Muara Batu-Batu. Peristiwa terbaru terjadi pada siang hari sekitar pukul 12.00 WIB, saat warga dikejutkan dengan matinya ribuan ikan secara mendadak.
Sungai Batu-Batu selama ini menjadi tumpuan hidup sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Peristiwa pencemaran ini bukanlah yang pertama, bahkan tidak hanya terjadi di satu titik saja, sehingga menimbulkan polemik besar bagi warga yang menggantungkan hidupnya dari sungai tersebut.
Baca Juga:
Sungai Rikit Diduga Tercemar Limbah Sawit PT MSB, DLHK Subulussalam Tak Lakukan Uji Laboratorium
Perusahaan yang diduga sebagai penyebab pencemaran adalah PT Mandiri Sawit Bersama II (PT MSB II) yang beroperasi di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Perusahaan ini telah beroperasi selama kurang lebih satu tahun namun belum memiliki dokumen teknis penting sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Kota Subulussalam. Diketahui, ada 7 item dokumen yang belum dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Wali Kota Subulussalam sebelumnya pernah meninjau langsung lokasi pencemaran pada 10 Maret 2025. Namun, hingga kini belum ada informasi resmi kepada masyarakat terkait langkah konkret yang telah diambil oleh pemerintah kota.
Baca Juga:
Pemkot Kendari Siapkan Insentif untuk Petugas Kebersihan yang Kompak dan Sinergis
Ketua Aliansi Mahasiswa Pemuda Sada Kata (AMP-SAKA), Miskan Bancin, kepada media ini pada Rabu (7/5/2025) menyatakan, "Wali Kota Subulussalam terkesan takut menjatuhkan sanksi tegas atau menutup operasional PT MSB. Padahal, dampak negatif dari limbah pabrik kelapa sawit perusahaan ini sudah sangat nyata dan merusak lingkungan," ujarnya.
"Permasalahan ini bukan hal kecil. Ini sudah menyentuh sumber penghidupan masyarakat di sepanjang aliran Sungai Lae Batu-Batu dan Lae Souraya. Saya meminta Wali Kota Subulussalam untuk berpihak kepada rakyat, bukan malah diam dan terkesan tidak peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi." kata Miskan.
Ia juga menyoroti kelalaian pemerintah dalam menindak perusahaan yang belum memiliki kelengkapan dokumen lingkungan namun tetap dibiarkan beroperasi.
"PT MSB jelas-jelas belum memenuhi persyaratan dokumen lingkungan menurut DLHK, tapi tetap dibiarkan beroperasi dan merusak lingkungan. Ini tidak bisa dibiarkan," tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Miskan Bancin meminta Wali Kota untuk segera mengambil tindakan tegas dengan menutup perusahaan tersebut.
"Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, kami akan membawa persoalan ini ke Gubernur Aceh secara resmi," tutupnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]