Namun, dengan adanya keputusan terbaru ini, kata dia, fokus dan arah penggunaan dana desa menjadi lebih jelas dalam mendukung swasembada pangan di desa-desa.
“Dana desa ini sudah dialokasikan untuk ketahanan pangan sejak tahun 2019 atau 2020. Tapi dengan adanya keputusan sejak tahun 2025 ini, arah dan fokus penggunaannya menjadi lebih jelas,” katanya.
Baca Juga:
Sekda Gorontalo Sebut Masalah Sampah Jadi Persoalan Serius yang Ditangani Pemerintah
Meskipun kebijakan ini sudah berjalan, Zulhusni mengakui bahwa belum semua BUMG di Aceh siap melaksanakan program ketahanan pangan.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah terkait dengan legalitas BUMG yang diwajibkan berbadan hukum sesuai dengan peraturan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) nomor 3 tahun 2021.
“Saat ini, BUMG yang legal diakui oleh pemerintah adalah yang memiliki sertifikasi dari Kementerian Hukum dan HAM. Namun, proses untuk mendapatkan sertifikasi ini cukup lama,” katanya.
Baca Juga:
Gandeng Tiga Pilar, Kecamatan Bekasi Selatan Tertibkan Spanduk dan Banner Liar
Karena itu, Zulhusni menekankan perlunya peran aktif pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam membina dan mendorong BUMG agar siap melaksanakan program ketahanan pangan.
“BUMG yang belum bersertifikasi pun perlu dibina agar sehat dan siap melaksanakan program ketahanan pangan di desa-desa,” katanya.
Dia berharap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat kabupaten/kota Provinsi Aceh dapat mendukung dalam membantu desa-desa merencanakan penggunaan dana desa yang efektif untuk ketahanan pangan.