SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam - Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI), Edi Suhendri Barat, mendesak Wali Kota Subulussalam, H. Rasyid Bancin, agar segera melakukan evaluasi terhadap dugaan sejumlah program titipan yang bersumber dari Dana Desa tahun anggaran 2025.
Hal ini disampaikan Edi Suhendri menyikapi maraknya isu tentang usulan program-program titipan yang tidak sesuai dengan hasil Musyawarah Desa (Musdes) dan diduga kuat menyimpang dari ketentuan penggunaan Dana Desa di Kota Subulussalam.
Baca Juga:
Perangkat Desa Tagih Janji Wali Kota Subulussalam yang Terkesan Abaikan Honor Perangkat Desa
Ia merujuk pada Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025, khususnya Pasal 24, yang mengatur bahwa menteri, gubernur, serta bupati/wali kota memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan melalui sosialisasi, pemantauan, dan evaluasi atas penggunaan Dana Desa.
Edi meminta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Subulussalam, Nasir Kombih, untuk mengambil langkah tegas mengevaluasi program-program yang diduga merupakan titipan tersebut.
Ia juga menyerukan agar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinas PMD) diberikan peringatan keras untuk menghentikan semua kegiatan desa yang tidak dihasilkan dari Musdes, serta mengembalikan sepenuhnya pengelolaan Dana Desa ke masing-masing desa sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga:
Polemik Pembahasan R-APBK Kota Subulussalam Tahun Anggaran 2025, Gabungan Ormas dan LSM Serahkan Surat Dukungan kepada DPRK
Menurut Edi, praktik mafia anggaran dalam bentuk titipan program semakin merajalela dan menunjukkan tidak adanya rasa takut terhadap hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia menyesalkan bahwa penegak hukum seolah bersikap dingin dan acuh terhadap persoalan ini.
“Apalagi saat ini APBK Kota Subulussalam sedang mengalami defisit. Maka, sangat penting agar dana dari pusat benar-benar digunakan sesuai dengan kebutuhan dan hasil Musdes di desa masing-masing,” tegas Edi.
Lebih lanjut, Edi mengungkapkan telah beredar informasi dugaan program titipan senilai Rp77 juta per desa, dengan total 82 desa di wilayah Kota Subulussalam dan 12 item kegiatan yang dititipkan. Jumlah tersebut dinilai sangat besar dan dapat melukai hati masyarakat.
Edi menyayangkan banyaknya program yang tidak diusulkan masyarakat namun dipaksakan untuk dilaksanakan. Ia menyebut program-program tersebut tidak membawa manfaat bagi desa dan hanya menjadi ajang untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.
“Program-program itu muncul tanpa dasar musyawarah dengan warga. Masyarakat pun terkejut dan mempertanyakan asal-usul kegiatan tersebut karena tidak pernah menjadi bagian dari usulan Musdes sebelumnya,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa keresahan masyarakat sudah sangat nyata. Banyak warga yang datang langsung untuk mengeluhkan kondisi ini dan mempertanyakan mengapa dana desa yang seharusnya digunakan untuk membangun desa justru dialihkan ke kegiatan yang tidak mereka kenal.
“Kegiatan-kegiatan titipan ini tidak hanya mencederai kepercayaan masyarakat, tetapi juga menghambat pembangunan desa dan peningkatan ekonomi rakyat. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah masyarakat,” ujarnya.
Sebagai mantan Ketua Panwaslih Kota Subulussalam, Edi berharap agar para penegak hukum dan pemerintah daerah serius menindaklanjuti persoalan ini.
Ia mengingatkan bahwa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dapat berujung pada konflik dan krisis kepercayaan yang berkepanjangan.
[Redaktur: Amanda Zubehor]