Mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilu anggota DPR, anggota DPD dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal).
Sehingga, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai pemilu 5 kotak tidak lagi berlaku.
Baca Juga:
Kepala Desa Jangan Takut untuk Bersuara, Tolak Semua Titipan yang Menguras Dana Desa
Menurut Majelis Hakim, penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas, serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Selain itu, Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa hingga saat ini pembentuk undang-undang (UU) belum melakukan perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan tanggal 26 Februari 2020.
Kemudian, secara faktual pula, pembentuk undang-undang sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.
Baca Juga:
KIP Aceh Besar Tetapkan Muharram-Syukri Sebagai Bupati dan Wakil 2024
Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional.
[Redaktur: Amanda Zubehor]