Dengan demikian, lanjut Edi Suhendri, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 akan batal.
Putusan tersebut mengatur syarat parpol atau gabungan parpol yang bisa mengajukan pasangan calon yaitu parpol atau gabungan parpol yang memiliki capaian ambang batas perolehan suara hasil pemilu.
Baca Juga:
Kepala Desa Jangan Takut untuk Bersuara, Tolak Semua Titipan yang Menguras Dana Desa
Misalnya provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
Karena pemilu DPRD provinsi dan pilkada dilakukan bersamaan di hari dan jam yang sama, maka syarart perolehan hasil pemilu untuk pencalonan pilkada tidak akan berlaku.
Pada pilkada yang digelar sebelum tahun 2024, syarat parpol dan gabungan parpol bisa mengajukan calon pilkada adalah yang nemiliki kursi sebayak 20 persen dari jumlah anggota DPRD hasil pemilu.
Baca Juga:
KIP Aceh Besar Tetapkan Muharram-Syukri Sebagai Bupati dan Wakil 2024
"Namun pada pilkada 2024, MK memutuskan syarat perolahan jumlah kursi diganti dengan syarat jumlah perolehan suara hasil pemilu. Namun pada pilkada di 2031 kemungkinan syarat ambang batas perolehan suara juga akan hilang. Karena pemilu dan pilkada dilakukan di hari dan jam yang sama," jelasnya.
Dengan demikian, kata dia, semua parpol peserta pemilu bisa saja mengajukan pasangan calon kepala daerah. Jika parpol peseerta pemilu terdiri dari 10, maka memungkinan jumlah pasangan calon menjadi 10 pasang.
Putusan MK itu tertuang dalam Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).