Selama hukumannya, ia sempat dipindahkan penjaranya beberapa kali. Pada tahun 1972, Teuku Umar jatuh sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama dua tahun.
Setelah dirawat selama dua tahun, ia akhirnya dibebaskan pada tahun 1974. Menariknya, ia dibebaskan begitu saja tanpa tanpa adanya kompensasi dari pemerintahan Orde Baru.
Baca Juga:
Batara Ningrat Simatupang, Pendekar Ekonomi yang Tak Henti Mengais Ilmu
Pada 14 Agustus 1966, seluruh aset yang dimiliki Teuku Markam diambil alih oleh Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera. Setelahnya, aset-aset tersebut dikelola PT PP Berdikari di bawah pimpinan Suhardiman namun atas nama pemerintah Republik Indonesia.
Sebelum meninggal dunia pada tahun 1985, Teuku Markam sempat mendirikan usaha baru dengan nama PT Marjaya. Usaha ini berfokus menggarap proyek-proyek dari Bank Dunia untuk pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa. Barat.
Namun, pemerintahan Orde Baru tidak mau meresmikan proyek-proyek raksasa yang dikerjakan oleh PT Marjaya. Hingga akhirnya Teuku Markam meninggal di Jakarta akibat komplikasi berbagai penyakit.
Baca Juga:
Sederet Kebijakan Rizal Ramli untuk RI yang Patut Diapresiasi
[Redaktur: Amanda Zubehor/Detik]