SERAMBI.WAHANANEWS.CO, Subulussalam -
Sidang lanjutan perkara dugaan penguasaan 4 hektare lahan HGU PT Laot Bangko ditunda.
Sidang tersebut digelar pada Selasa (18/11/2025), di ruang Zittingplaats, Gedung Serbaguna, Kecamatan Simpang Kiri.
Pantauan Wartawan Serambi.WahanaNews.co, terdakwa Herman Jabat bersamaan menghadiri sidang dengan Fajar, kepala Desa Batu Napal menjalani sidang perkara serupa.
Kaya Alim, Penasihat Hukum Herman Jabat menyebutkan agenda sidang pada Selasa 18 November dengan agenda mendengarkan keterangan dua orang ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Subulussalam
"Namun, kedua ahli dari Banda Aceh tersebut tidak hadir tanpa alasan yang jelas sehingga sidang ditunda pada hari selasa tanggal 25 November 2025 atau minggu depan," kata Kaya Alim, Rabu (19/11/2025) malam.
Dia mengatakan klienya tersebut (Herman Jabat) dilaporkan oleh PT Laot Bangko atas dugaan penguasaan lahan yang masuk di areal Hak Guna Usaha perusahaan perkebunan sawit PT Laot Bangko.
Menurut Kaya Alim, selaku kuasa hukum Terdakwa Herman Jabat yang dilaporkan PT. Laot Bangko atas dugaan penguasaan dan menduduki lahan diatas HGU PT Laot Bangko terkesan dipaksakan. Seharusnya, hal tersebut terlebih dahulu masuk sengketa perdata bukan pidana.
"Sehingga apabila ada ketidakjelasan atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu dalam pemeriksaan perkara pidana, maka perkara tersebut tidak bisa langsung diproses secara pidana," ujarnya.
Kaya Alim menambahkan, dalam Prinsip prejudicieel geschil adalah konsep hukum yang menyatakan bahwa sengketa perdata harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum perkara pidana yang terkait dapat dilanjutkan. Sengketa perdata ini menjadi dasar atau pendahulu bagi pemeriksaan pokok perkara pidana, yang biasanya menyangkut penentuan status hak kepemilikan.
"Kalau mengenai alas hak, klien kami juga memiliki alas hak yaitu Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) tahun 2008 atau 13 tahun sebelum terbitnya perpanjangan HGU PT. Laot Bangko. Sehingga, terkesan kasus ini dipaksakan sebagai upaya kriminalisasi PT Laot Bangko kepada warga yang memiliki lahan masuk dalam HGU " Kata Kaya Alim.
Menurut Kaya Alim, fakta persidangan beberapa saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum terungkap bahwa lahan objek perkara tersebut sebelum nya merupakan milik orangtua Herman Jabat dan diberikan kepada anak-anak nya termasuk Herman Jabat.
Hal itu terungkap sesuai keterangan saksi mantan Kepala Desa Namo Buaya Rahmad Sagala yang dihadirkan jaksa penuntut umum, sehingga Rahmad Sagala mau menandatangani Sporadik milik Herman Jabat.
Kaya Alim pun mengaku ia ditunjuk sebagai penasihat Hukum oleh Herman Jabat saat pemeriksaan saksi atau setelah berjalan nya proses persidangan.
Berdasarkan penelusuran SerambiwahanaNews.co, pada Sistem Informasi penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (PN) Aceh Singkil perkara tersebut dilaporkan pada tanggal 15 Mei 2025.
Tanggal pendaftaran Kamis, 02 Oktober 2025 dengan nomor perkara 96/Pid.Sus/2025/PN Skl dan tanggal surat pelimpahanSelasa, 30 September 2025.
Dikutip yang tertuang dalam dakwaan bahwa sejak Tahun 2020 terdakwa Herman Jabat bin Alm. Sofyan Jabat tanpa izin dari pemilik yang sah, yaitu PT. laot Bangko, telah mengklaim dan menguasai serta menduduki lahan seluas 4 Ha yang berada di dalam areal lahan nomor HGU 28, Tahun 2021 seluas 560,49 Ha milik PT. Laot Bangko.
Kemudian terdakwa melakukan penanaman sawit sebanyak 140 (seratus empat puluh) pohon, melakukan perawatan dan memanen hasil sawit sejak dikuasai sampai dengan perkara ini dilaporkan tanggal 15 Mei 2025.
Akibatnya pekerja atau karyawan PT. Laot Bangko tidak dapat melakukan kegiatan perkebunan di lahan yang dikuasai oleh terdakwa tersebut.
Dalam perkara tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 107 huruf a Jo Pasal 55 huruf a Undang Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
[Redaktur: Amanda Zubehor]