Asisten I Pemko Subulussalam, Asrul Sani, turut mendukung penghentian operasional hingga seluruh perizinan pabrik sawit tersebut diselesaikan.
Ia juga menyoroti dampak perambahan hutan yang menyebabkan penurunan debit air sungai di wilayah Subulussalam.
Baca Juga:
Pemkab Gorontalo Utara Matangkan Persiapan PSU Pilkada 2024 Sabtu Mendatang
Kekhawatiran terkait dampak pencemaran terhadap nelayan dan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) turut disuarakan oleh sejumlah kepala mukim, termasuk Mukim Binanga Tamrin.
Mereka melaporkan kematian ikan dalam jumlah besar dan menuntut pertanggungjawaban dari PT MSB II.
Wakil Ketua DPRK Subulussalam dari Partai Gerindra, Rasumin, juga mendesak transparansi dalam proses perizinan serta percepatan hasil uji laboratorium yang hingga kini belum dipublikasikan.
Baca Juga:
Ketua DPRD Jambi Tegaskan Bahaya Judi Online Bagi Generasi Bangsa Indonesia
Wakil Wali Kota Subulussalam, M. Nasir, menyatakan bahwa pihaknya akan mengirimkan surat teguran resmi kepada PT MSB II hingga batas waktu 25 Mei 2025. Jika tidak ada tanggapan, Pemko akan meminta Gubernur Aceh untuk menghentikan operasional perusahaan tersebut. DLHK juga diminta menyelesaikan hasil uji laboratorium paling lambat 29 Mei 2025.
Sementara itu, Wakapolres Subulussalam, Kompol Zainudin, menekankan pentingnya bukti konkret pencemaran lingkungan yang valid untuk mendukung proses hukum selanjutnya.
Rapat Forkopimda menyepakati penghentian sementara operasional PT MSB II sampai persoalan perizinan dan hasil uji laboratorium diselesaikan secara transparan.