Kata Hasbullah, lokasi pembukaan lahan sangat terlalu dekat dengan aliran sungai, yang dapat menimbulkan sedimentasi dan pencemaran badan air.
"Hal ini, sangat bertentangan dengan ketentuan jarak sempadan sungai yang seharusnya dipatuhi oleh semua perusahaan. Namun, PT SPT mengabaikan hal itu. Mereka, telah menanami Kelapa Sawit di sempadan sungai," kata Hasbullah.
Baca Juga:
DPRK: Wali Kota Dinilai Tidak Serius Urus Kebijakan Anggaran Daerah
3. Tidak Melakukan Reboisasi 100 Meter dari Areal Sungai.
Temuan Hasbullah di lapangan, PT. SPT telah melanggar Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor 525/1175 tanggal 16 April 2025.
"Secara tegas melalui surat itu, Gubernur Aceh mewajibkan setiap perusahaan melakukan reboisasi di sepanjang kiri dan kanan sungai sejauh minimal 100 meter dari batas areal yang dibuka. PT SPT yang tidak mempunyai dokumen perizinan yang lengkap ini telah mengabaikan itu," ujar Hasbullah.
Baca Juga:
Gubernur Aceh Lantik Muhammad Nasrun Mikaris dan Nusar Amin sebagai Bupati Simeulue
Selain itu, Hasbullah juga menambahkan. Dilapangan, pihaknya juga menemukan bukti nyata adanya pembukaan lahan buffer zone kawasan ekosistem Leuser, yang seharusnya menjadi zona penyangga dan tidak boleh digarap.
Tak hanya itu, terdapat aktivitas galian C di aliran sungai tanpa izin resmi untuk pengambilan batu kerikil sebagai pengerasan Jalan perusahaan. Hal ini jelas melanggar pasal 158 undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba yang dapat dipidana 5 tahun penjara dan denda hingga 100 miliar rupiah.
Dugaan pelanggaran ini berpotensi melibatkan berbagai pelanggaran hukum dan administratif, di antaranya.