- Penetapan alokasi pinjaman daerah melalui Bank Aceh syariah sebesar Rp.30.990.209.096,00 tidak didukung dengan dasar hukum dan kepastian penerimaan pembiayaan pemerintah kota Subulussalam belum melakukan perjanjian apapun dengan pihak Bank Aceh Syariah di saat itu. Hingga realisasi pinjaman itu belum terealisasi.
- Pinjaman daerah melalui PT.SMI T.A 2021 belum terealisasi dalam rangka menanggulangi defisit T.A. 2021 dan direalisasikan tahun 2022.
Baca Juga:
Ridwan Husein Desak Pj Wali Kota Subulussalam Segera Ganti Pejabat Kepala Desa
Hal lainya yang mempengaruhi kondisi Defisit anggaran pemerintah Kota Subulussalam seperti;
Hutang jangka pendek tahun 2021 sebesar Rp. 39.157.914.308,08 membebani APBK untuk tahun 2022. Kemudian Utang belanja tahun 2021 sebesar Rp. 33.830.148.649,08.
Hutang pada Pemerintah Pusat Rp. 3.050.507.194,00 sementara utang PFK berupa kekurangan pembayaran iuran BPJS sebesar Rp. 2.277.258.465,00 terlihat berdasarkan Berita Acara Rekonsiliasi Iuran Jaminan Kesehatan peserta pekerja penerimaan upah (PPU) Pemerintah daerah antara KPPN Tapak Tuan, Pemerintah daerah Kota Subulussalam dan BPJS Kesehatan Triwulan lV tahun 2021.
Baca Juga:
Ormas Laki Minta Pj Wali Kota Audit Aset Pemko Melalui BPKAD
"Berdasarkan data data yang dikumpulkan dan hasil laporan BPKP Aceh tahun 2021 pemerintah kota Subulussalam diharapkan mampu menempatkan dua Pimpinan SKPK yang mumpuni yaitu BAPEDDA dan Dinas pengelolaan pendapatan daerah kota Subulussalam. Sehingga Perencanaan dan pelaksanaan Pembangunan kota Subulussalam lebih Cermat, Proporsional hingga tidak terjadi lagi Peningkatan anggaran belanja daerah APBK yang tidak sebanding dengan pendapatan Daerah Sada Kata Kota Subulussalam." Demikian disampaikan Pimpinan LSM Suara Putra Aceh Kota Subulussalam memberikan tanggapannya persoalan peningkatan Defisit anggaran Kota Subulussalam.
Dalil Pohan, M.Pd pemerhati Sosial dan Kandidat Doktor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh menurutnya "Defisit APBD/APBK merupakan selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah pada tahun anggaran yang sama. Defisit terjadi bila jumlah pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja. Apabila APBK mengalami defisit tersebut dapat dibiayai dengan penerimaan pembiayaan, termasuk dalam penerimaan tersebut misalnya sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang. Silpa merupakan dana milik daerah yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan resiko Fiskal seperti halnya Pinjaman. Dalam hal APBD/APBK mengalami defisit, tidak ada pendanaan khusus yang disalurkan dari APBN kepada daerah untuk menutup defisit tersebut.
"TIM TAPK yang bertanggungjawab dalam hal tersebut, berarti kurang paham dalam penganggaran, atau ada pihak lainnya yang bermain dalam anggaran tersebut." Demikian disampaikan Dalil Pohan, M.Pd. pengamat sosial kandidat Doktor dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh saat dimintai pendapatnya.
Maka bukan tidak mungkin Pemerintah kota Subulussalam harus menjual aset asetnya nanti, apabila tidak mampu untuk membayar hutang-hutangnya ditambah Bunga Pinjamannya. Atau malah menambah Jumlah Hutang Pemko Subulussalam yang sudah cukup membebani APBK Kota Subulussalam KINI.